Meski Mendi kini tinggal jauh dari orangtua, dia tidak lantas melupakan keluarganya di Mulia. Diakui Mendi, dia kerap menghubungi orang tuanya. Meski terkadang tidak terhubung akibat sulitnya jaringan telepon seluler di kampung.
"Saya selalu rindu orang tua dikampung, kadang saya tinggal miscall-miscall, karena sinyal tidak ada di sana. Nanti kalau orang tua naik gunung atau ke kota Mulia baru bisa telfon. Ya saya berharap dan selalu berdo'a, kedua orang tua saya sehat selalu," ucapnya.
Di akhir cerita itu, Mendi sangat berharap pendidikan di Wilayah pegunungan Papua semisal di Puncak Jaya bisa lebih baik. Termasuk adanya pejabat atau orang tua asuh yang ingin mengadopsi anak-anak Papua untuk bersekolah diluar Papua.
"Saya harap bapak Jokowi bisa ke Mulia, bisa memperhatikan pendidikan disana, yang saya bilang jauh dari standar. Saya harap ada orang tua asuh seperti bapak Yakobus Marjuki dan ibu yang mau mengasuh anak-anak Papua dan membawanya bersekolah diluar Papua. Saya sangat berterimakasih kepada bapak Yakobus Marjuki dan ibu yang telah membawa saya untuk bersekolah disini,"tutupnya.
Sosok Mendi dimata Wakapolda Papua, Brigjen Polisi Yakobus Marjuki. Setelah bertekad menjadikan Mendi Wonda sebagai anak asuh, Wakapolda Papua, Brigjen Polisi Yakobus Marjuki pun turut bangga dengan prestasi yang ditampilkan sang anak Dani, Mendi Wonda.
Meski sosialisasi Mendi ke Yogyakarta dinilai sangat berat, namun tekad bulat menggapai cita-cita Mendi, membuat sang Jenderal tak patah arang.
Awal mula hijrah dari Mulia ke Yogyakarta dan masuk ke SMP Kanisius Ganjuran Bantul, diakui Marjuki sangat berat untuk Mendi. Bahkan nilainya kala itu diakui jauh dibawah rata-rata disekolah itu. Bahkan Mendi sempat tahan kelas.
"Saya sampaikan ke gurunya, ya pakai hatilah, karena kalau monoton dengan pendidikan, maka akan susah. Dengan pengertian guru, maka Mendi bisa naik kelas, selesai dan lulus," ucapnya.
Dikatakan Yakobus, selepas jenjang SMP, Mendi anak suku Dani ini menunjukkan prestasi yang luar biasa. Nilainya naik drastis dan mendapat peringkat kelas. Dikatakan, nilai Mendi di atas 7(tujuh) hampir semua mata pelajaran.
Wakapolda, juga tidak membatasi aktifitas Mendi, sepanjang positif dan baik untuk mengeksplor bakat dirinya. Masuk dalam Club Persiba Bantul, membuat Yakobus Marjuki terbentang.
"Saya akui fisiknya, tekadnya juga sangat kuat untuk memperoleh sesuatu. Ini dia masuk Club Persiba Bantul U-17, dan kami bangga dengan itu," kata Yakobus.
Namun, Yakobus tetap mengajarkan Mendi untuk hidup disiplin termasuk giat belajar untuk prestasi. Tanpa itu, cita-cita mesuk ke Akademi Kepolisian akan sulit.
"Ya saya tetap ajarkan kedisiplinan kepadanya. Memang butuh waktu untuk ajarkan disiplin itu, namun saya katakan, untuk jadi Akpol harus disiplin dan berprestasi," kata Marjuki.
Diakui Marzuki, dirinya sangat bangga dengan Mendi, harapannya untuk bisa menyekolahkan anak asli suku Dani bisa tercapai. Meski diakui banyak juga kendala yang harus dilalui.
"Ya karakter itu susah dihilangkan, namun itu dimaklumi, sosialisasinya dia sangat sulit, namun lama kelamaan bisa berbaur, bahkan sekarang bahasa jawanya kalah saya. Saya sangat bangga, saya tidak membatasi dia untuk hal positif, dia juga bergaul dengan sesama warga dari pegunungan yang di Jogja,"katanya.
Dirinya juga berharap, pejabat di Papua bisa mengangkat anak asuh, sama halnya yang dia lakukan. Tujuannya, untuk memperbaiki kualitas kehidupan warga Papua utamanya di Pegunungan.
"Saya fikir pola ini sangat baik. Ya pejabat kalau bisa angkat anak asuh, dan sekolahkan, supaya benar-benar jadi. Karena kita tahu sendiri, kondisi membuat kualitas pendidikan kita di Pegunungan masih sangat minim dari kata standar," ucapnya.
(Khafid Mardiyansyah)