Memahami Bebasnya Irman Gusman Tanpa Prejudice

, Jurnalis
Rabu 09 Oktober 2019 20:31 WIB
Irman Gusman
Share :

Krisis Kebenaran

Krisis terbesar di bangsa ini saat ini adalah krisis kebenaran. Kondisi seperti ini sudah merasuk amat dalam dalam alam pikiran masyarakat kita sehingga ketika ada seseorang yang dituduh terlibat dalam tindak pidana korupsi, maka meskipun belum terbukti di persidangan yang terbuka dan jujur, orang itu sudah divonis sebagai penjahat. Perkaranya belum juga disidangkan, masyarakat sudah menghakimi dia sebagai penjahat yang tak boleh dimaafkan, harus dihabisi, bila perlu dibinasakan.

Akibatnya, semua orang yang dituduh terlibat dalam suatu tindak pidana akan dihalang-halangi haknya untuk menemukan keadilan. Justru dalam kondisi seperti ini lembaga-lembaga pengkajian ilmiah, para akademisi, serta institusi-institusi penegakan hukum seharusnya tidak terpengaruh dan terbawa arus. Mereka seharusnya melakukan penggalian hukum demi menegakkan kebenaran dan keadilan serta menjamin hak asasi manusia semua warga negara, termasuk semua orang yang mengalami masalah-masalah hukum.

Ketika Irman Gusman bebas, karena putusan Mahkamah Agung menyebabkan hal itu terjadi, kenapa hal ini tidak dijadikan referensi dalam penggalian dan penemuan hukum, sekaligus sebagai pembelajaran dan koreksi terhadap tatacara penegakan hukum yang memang perlu diperbaiki?

Kenapa mata kita tak mampu melihat sisi manfaat, kebaikan, dan kontribusi dari suatu peristiwa atau kasus terhadap sistem hukum kita? Kenapa hanya melihat dengan memakai kacamata hitam?

Ketika MA membatalkan putusan pengadilan di tingkat judex facti terhadap Irman Gusman, itu berarti cara pengadilan memutus perkara tersebut menyimpang jauh dari asas, kaidah, norma, dan aturan yang semestinya. Maka orang yang berpikir positif akan melihat dimana manfaat dari putusan MA tersebut sebagai pembelajaran untuk masa depan. Tetapi orang yang berpikir negatif hanya akan melancarkan kritik secara subyektif, tendensius, arogan, dan penuh kebencian.

Masyarakat perlu diedukasi untuk belajar berpikir positif dan menjadi optimis, bukan melanggengkan cara berpikir negatif dan sikap pesimistis. Sejalan dengan itu maka institusi-institusi penegakan hukum pun perlu melakukan edukasi demikian secara jujur dan benar, bukan berdasarkan kepentingan pribadi, kelompok, atau status quo yang tak rela menerima masukan untuk perubahan.

Maka putusan Mahkamah Agung yang menyebabkan Irman Gusman dibebaskan dari penjara itu, juga putusan lain sejenis itu, semestinya diterima sebagai sumber pembelajaran berhukum secara jujur, berperikemanusiaan dan berkeadilan. Jangan lagi ada pihak-pihak yang mencoba-coba untuk mereduksi reputasi kekuasaan kehakiman tertinggi ini.

Ke depan, putusan PK Irman Gusman ini dapat dijadikan acuan bagi semua pencari keadilan yang belum menemukan keadilan dan masih terhalang oleh berbagai kendala teknis, kendala aturan, serta kendala politis yang menyebabkan kebenaran, kejujuran, dan keadilan sulit dimunculkan di negara yang teorinya sangat menjunjung tinggi Kemanusiaan yang Adil dan Beradab.

Dr. Suparji Ahmad, SH, MH

Ketua Program Studi Magister Ilmu Hukum Universitas Al-Azhar Indonesia, Ketua Bidang Hukum dan HAM Korps Alumni Himpunan Mahasiswa Islam (KAHMI).

(Angkasa Yudhistira)

Halaman:
Lihat Semua
Share :
Follow WhatsApp Channel Okezone untuk update berita terbaru setiap hari
Topik Artikel :
Berita Terkait
Terpopuler
Telusuri berita News lainnya