Sementara Atase Pendidikan dan Kebudayaan (Atdikbud) Kedutaan Besar Republik Indonesia (KBRI) Kuala Lumpur, Mokhammad Farid Maruf mengatakan, setiap tahunnya Kemendikbud mengirim sekitar 300 guru dari Indonesia ke wilayah Sabah dan Sarawak. Sedangkan untuk guru pamong (orang Indonesia berada di Malaysia yang sebelumnya tidak menjadi guru) ada sekitar 400 orang.
"Terhadap guru pamong tersebut KBRI Kuala Lumpur terus memberikan pelatihan," jelasnya.
Farid menyampaikan, KBRI Kuala Lumpur bertugas memfasilitasi akses pendidikan bagi anak Indonesia baik di wilayah Semenanjung atau Sabah, Sarawak. Namun saat ini wilayah yang baru mendapatkan izin dari Pemerintah Malaysia hanya di Sabah dan Sarawak. KBRI Kuala Lumpur saat ini sedang mengusahakan perizinan sekolah untuk anak Indonesia di wilayah Semenanjung.
"Pemerintah Malaysia belum memberikan izin untuk aktivitas seperti CLC di wilayah Semenanjung. Tetapi Kementerian Pendidikan Malaysia secara umum tetap memberikan dukungan," ujarnya.
Baca Juga: Cara Polda Kepri Perkuat Pengamanan Perbatasan Laut Indonesia
Total CLC di wilayah Sabah dan Sarawak berjumlah 370 CPC. Dengan siswa sekitar 12.000 jiwa. Jumlah tersebut tidak pernah mengalami penurunan setiap tahunnya. Ada juga yang mengikuti program Pusat Kegiatan Belajar Mengajar (PKBM) atau program kejar paket yang diikuti sekitar 12.000 hingga 14.000 orang.
Setelah lulus sekolah, siswa tersebut akan direpatriasi ke Indonesia. Pada Agustus lalu KBRI Kuala Lumpur telah mengirimkan 620 siswa untuk masuk sekolah di Indonesia. 500 diantaranya bahkan mendapatkan beasiswa dari Kemendikbud. Kemudian sisanya akan dicarikan beasiswa di yayasan.
Kemudian setelah lulus SMA di Indonesia, siswa anak PMI tersebut ada beasiswa khusus Afirmasi Dikti. Pada tahun ini ada 120 anak yang lolos di perguruan tinggi. Ditambah dengan yang memperoleh beasiswa bidikmisi sekitar 148 siswa.
"Beberapa siswa alumni CLC ada juga yang mendapatkan beasiswa ke China, sekolah pilot, pramugari. Anak-anak alumni CLC juga diakui memiliki daya juang tinggi jika dibandingkan dengan siswa lokal," ujarnya.
Pada intinya, kata Farid, pendidikan akan selalu menjadi pekerjaan rumah bagi KBRI Kuala Lumpur karena jumlah siswa akan terus bertambah. "Kenyataannya kebanyakan pekerja tidak memiliki dokumen sehingga enggan menyekolahkan anaknya," tutup dia.
(Fiddy Anggriawan )