Sara dan suaminya Malcolm memiliki dua anak yang sudah dewasa. Saat anak-anak pindah keluar rumah, mereka memutuskan untuk membantu para pengungsi. Sejak itu, mereka memiliki 22 tamu dari seluruh dunia. Yang pertama tiba pada 23 Desember 2016.
Seharusnya pada Maret lalu, Sara dan suaminya menerima pengungsi bernama Moha, 39, yang berasal dari Mesir. Namun rencana ini gagal karena “lockdown” dilakukan di Inggris.
Hal serupa dilakukan dokter kandungan dan ginekolog di rumah sakit NHS, Dr Rosie Townsend, 34. Dengan senang hati dia berbagi flat dua kamar tidur di London Selatan selama pandemi dengan pencari suaka bernama Abdil, seorang siswa matematika yang melarikan diri dari kekerasan di Ethiopia.
Tamu pertama Rosie, seorang pria berusia 22 tahun yang melarikan diri dari Maroko setelah sang ayah mencoba membunuhnya. Dia tinggal selama dua bulan sementara dokumennya diproses.
Beberapa tuan rumah harus berjuang untuk menaklukkan kegelisahan mereka tentang itu semua. Seperti yang dilakukan Niki Groom, 44, ilustrator dari Bristol, yang mengajukan diri sebagai tuan rumah darurat, setelah bertugas di kamp pengungsian di Calais pada 2017. Tamu pertamanya berasal dari Ghana sekitar tiga tahun lalu.
Seperti diketahui, situasi ini sangat kontroversial karena memicu perasaan yang saling bertentangan di antara publik Inggris. Hingga Juni 2020, tercatat ada 32.423 aplikasi suaka di Inggris. Lebih dari 7.400 orang naik perahu kecil untuk menyeberangi Selat Inggris pada tahun ini. Perjalanan ini telah menelan korban enam orang, termasuk sebuah keluarga muda, dengan tiga anak berusia sembilan, enam, dan seorang bayi berusia 15 bulan, pada bulan lalu.
Namun saat ini, wanita lajang, mereka yang memiliki anak kecil, bahkan pensiunan berusia 90-an, semuanya bersedia membuka pintu bagi pengungsi.
(Amril Amarullah (Okezone))