Memulai Wacana Saling Menghargai dan Mengakhiri Permusuhan

Opini, Jurnalis
Senin 04 Januari 2021 12:19 WIB
Share :

Setiap kata dan kalimat memiliki makna subyektif yang berbeda serta dampak yang berbeda pula. Tentu kita tidak dapat mewajibkan atau melarang penggunaan suatu kata atau kalimat, misalnya kata dungu, bodoh, tolol, dan goblok yang bermakna sama yakni suatu keadaan tanpa atau kurang ilmu ketika dilekatkan kepada orang atau kelompok tertentu menjadi bermakna penghinaan apabila hal itu benar dan fitnah atau bohong bila hal itu tidak benar.

Demikian juga kata-kata yang bersumber dari ajaran agama seperti jihad yang bermakna perjuangan secara fisik dengan niat dan motivasi tulus demi Allah SWT apabila dilekatkan dengan kepada penegakkan negara Islam atau Khilafah, maka dapat dimaknai sebagai pemberontakan sebagaimana pernah terjadi dalam gerakan Darul Islam dan Negara Islam Indonesia (DI/TII).

Contoh lain misalnya dalam menyikapi pro-kontra pembubaran Hizbut Tahrir Indonesia (HTI) dan Front Pembela Islam (FPI), penggunaan kata atau kalimat yang mewacanakan pemerintah anti Islam dapat dimaknai sangat provokatif karena keluar dari konteks masalah dimana latar belakangnya bukan karena faktor agama atau kegiatan keagamaan, melainkan karena adanya kasus-kasus hukum yang telah diproses dan berujung kepada keputusan pembubaran kedua ormas tersebut.

Sebaliknya, penghakiman dengan wacana terhadap HTI dan FPI yang menggunakan konstruksi kata dan kalimat yang menghina dan merendahkan tokoh atau organisasi juga tidak kondusif dan dapat dikategorikan sebagai suatu bentuk provokasi juga.

Sekali lagi, pemaknaan setiap kata dan kalimat bersifat subyektif dan dapat mendorong seseorang atau kelompok orang mengambil tindakan tertentu yang dapat merugikan kepentingan masyarakat, bangsa dan negara.

Tentunya perdebatan dan kompetisi dalam melakukan konstruksi kebaikan seringkali diwarnai saling serang yang bernuansa provokasi, sepanjang provokasi gagasan tersebut tidak disertai emosi kebencian dan permusuhan, maka kita telah berjalan diatas perdebatan secara demokratis dengan saling menghargai. Semoga mulai tahun 2021 ini bangsa Indonesia dapat mengakhiri wacana permusuhan dan memulai wacana yang saling menghargai.

Penulis:

Oleh: Puguh Sadadi, PhD

Penulis adalah Dosen Sekolah Kajian Stratejik dan Global, Universitas Indonesia.

 

(Khafid Mardiyansyah)

Halaman:
Lihat Semua
Share :
Follow WhatsApp Channel Okezone untuk update berita terbaru setiap hari
Topik Artikel :
Berita Terkait
Terpopuler
Telusuri berita News lainnya