Pangi pun mempertanyakan argumen yang sama, mengapa tidak dipakai kembali untuk tetap konsisten melakukan normalisasi trayek pilkada serentak 2022 dan 2023?
”Bagaimana mungkin secara akal sehat, common sense pemerintah mendukung dan memberikan sinyal pilkada serentak hanya di tahun 2024, tidak ada penyelenggaraan pilkada serentak di tahun 2022-2023. Itu artinya, akan ada lebih kurang 272 kepala daerah plt? Ini yang merusak kualitas demokrasi, disharmoni, disorder,” katanya.S
Menurutnya, prasyarat negara demokratis yakni terjadi pertukaran elite berkuasa (kepala daerah) secara reguler.
”Saya mencermati justru banyak kepala daerah yang dizalimi, karena masa jabatannya berkurang hanya demi ambisi pilkada serentak, yang kita tidak tahu apa manfaatnya dan keuntungannya sampai hari ini. Korelasi linear efficiency cost pun kita belum temukan. Ini yang saya maksud, cacat bawaan demokrasi karena pemerintah yang tidak konsisten sikapnya," tukasnya.
(Awaludin)