NEW YORK – Dewan Keamanan (DK) Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) menyerukan pembebasan pemimpin Myanmar Aung San Suu Kyi dan lainnya yang ditahan militer dan menekankan perlunya menegakkan demokrasi.
DK PBB yang beranggotakan 15 orang mengatakan dalam sebuah pernyataan yang disetujui oleh konsensus pada Kamis (4/1), mereka "menekankan perlunya menegakkan lembaga dan proses demokrasi, menahan diri dari kekerasan, dan sepenuhnya menghormati hak asasi manusia, kebebasan fundamental dan supremasi hukum."
Misi PBB di China mengatakan Beijing berharap pesan utama dalam pernyataan itu "dapat diperhatikan oleh semua pihak dan mengarah pada hasil yang positif" di Myanmar.
Sementara itu, Presiden Amerika Serikat (AS) Joe Biden mengatakan militer harus mundur dan penasihat keamanannya mengatakan bahwa pemerintah sedang mempertimbangkan perintah eksekutif yang dapat mencakup sanksi.
Biden mengatakan AS sedang bekerja dengan sekutu dan mitra untuk mengatasi pengambilalihan jenderal.
"Tidak ada keraguan dalam kekuatan demokrasi tidak pernah berusaha untuk mengesampingkan keinginan rakyat atau berusaha untuk menghapus hasil pemilu yang kredibel," kata Biden.
Dua senator AS, satu Demokrat, satu Republika, mengatakan mereka akan meluncurkan resolusi pada Kamis (4/2) yang menyerukan militer Myanmar untuk mundur dari kudeta atau menghadapi konsekuensi, terutama sanksi.
Penasihat keamanan nasional Jake Sullivan mengatakan dalam jumpa pers jika pemerintahan Biden sedang mempertimbangkan sanksi yang ditargetkan pada individu dan entitas yang dikendalikan oleh militer.
Tetapi tidak jelas seberapa efektif langkah tersebut. Para jenderal yang merebut kekuasaan di Myanmar diketahui memiliki sedikit kepentingan luar negeri yang dapat terkena sanksi finansial.
Adapun Dana Moneter Internasional, yang mentransfer USD350 juta ke Myanmar hanya beberapa hari sebelum kudeta untuk membantu memerangi pandemi virus corona, mengatakan uang itu untuk kepentingan pemerintah, dan tentunya rakyat Myanmar yang akan benar-benar digunakan sebagaimana mestinya.
Diketahui, peraih Nobel Perdamaian Aung San Suu Kyi, 75, belum terlihat sejak penangkapannya pada Senin (1/1) saat komandan militer Min Aung Hlaing mengambil alih kekuasaan.
Polisi telah mengajukan tuntutan terhadapnya karena mengimpor secara ilegal dan menggunakan enam radio walkie-talkie yang ditemukan di rumahnya.
Reuters tidak dapat segera menghubungi pemerintah Myanmar untuk dimintai komentar.
(Susi Susanti)