Perbedaan konteks ini pula, barangkali yang membuat Festival Santet yang akan digelar Perdunu menjadi kontroversi. Padahal bagi masyarakat Osing dan Banyuwangi secara umum, itu adalah hal yang biasa.
Santet, kata Heru, sering dipahami sebagai tindakan untuk menyakiti, padahal sebenarnya tidak. Konteks santet dalam budaya Osing adalah pengasihan atau cinta kasih.
Berdasar penelitiannya, Heru memaparkan alam budaya masyarakat Banyuwangi, ilmu-ilmu dibedakan menjadi empat, yaitu hitam, merah, kuning dan putih. Ilmu hitam tentu istilah yang akrab di dengar. Santet berada dalam kelompok ilmu merah dan kuning.
“Dalam konteks masyarakat Banyuwangi, kita tidak boleh menilai ini selalu jelek. Ada satu perspektif yang dalam konteks masyarakat lokal, ini untuk sarana membangun kelurrga. Misalnya jika laki-laki atau perempuan tidaka laku-laku,” kata Heru.
Kesulitan menemukan jodoh itulah yang kemudian jalan keluarnya, antara lain diupayakan melalui santet ini. Mantera memiliki peran besar dalam santet, karena menjadi kata-kata kuat yang memberikan sugesti. Dalam kebudayaan India dan juga Bali, mantera juga dikenal karena kemampuannya dalam memberikan sugesti kepada seseorang. Mantera ini pulalah yang masuk dalam tradisi lisan di banyak suku di Indonesia.
Menurut Heru, mantera membangun sugesti yang dibangun dari teks. Ketika agama Islam masuk ke Banyuwangi, santet dan mantera bergumul dan saling terikat karena masyarakat Osing memasukkan pengaruh Islam di dalamnya. Karena itulah, dalam praktik santet saat ini, mantera yang digunakan banyak menggunakan kata-kata yang ditemukan dalam khazanah agama.
“Jauh sebelum Islama masuk Banyuwagi, sudah marak mantera. Ketika datang Islam, dianggap tidak bertentangan. Tradisi Islam dengan doa-doa itu disatukan oleh orang Osing, sehingga datangnya Islam dimanfaatkan untuk memperkuat mantera Osing,” tambah Heru.
Antropolog Universitas Gadjah Mada, Prof Heddy Shri Ahimsa Putra menyebut, penelitian Heru Saputra membawa pemahaman baru. Ada perbedaan pemaknaan mengenai santet, yang di Banyuwangi tidak negatif dan menjadi persoalan sangat biasa dalam kehidupan sehari-hari.