Terlebih lagi, sambung Fadjar merujuk pada Pasal 8 Ayat (5) UU Nomor 1 Tahun 2009 tersebut, dapat dipahami bahwa pelanggaran wilayah udara saat ini masih dianggap sebagai pelanggaran administratif, bukan pelanggaran pidana.
Padahal pelanggaran-pelanggaran tersebut, kata dia, sangat berpotensi menjadi ancaman terhadap kedaulatan negara dan juga keselamatan bangsa.
"Tentu saja kita tidak bermaksud mengecilkan arti pengelolaan ruang udara nasional hanya terbatas pada sudut pandang pertahanan negara saja. Kami sangat memahami bahwa hakikat kewenangan dan tanggung jawab Indonesia dalam mengatur ruang udara, juga harus memerhatikan kepentingan selain untuk pertahanan negara, seperti aspek keselamatan penerbangan dan juga pemanfaatan secara luas demi pertumbuhan perekonomian nasional," tuturnya.
(Angkasa Yudhistira)