Shalabi ditangkap setelah perburuan tiga hari, satu jam setelah Guetta meninggal karena luka-lukanya.
Dinas keamanan Shin Bet mengatakan Shalabi, ayah dari tujuh anak, diyakini tidak berafiliasi dengan kelompok teror Palestina.
Sementara itu, organisasi hak asasi manusia (HAM) Hamoked mengajukan petisi menentang pembongkaran. Mereka mencatat bahwa Shalabi menderita penyakit mental, telah diberi resep obat anti-psikotik dan telah menghabiskan waktu di fasilitas psikiatri dalam beberapa tahun terakhir. Penyakit mental di masa lalu telah digunakan sebagai alasan oleh Pengadilan Tinggi untuk membatalkan rencana pembongkaran.
Selain itu, Hamoked mencatat bahwa selama 11 bulan dalam setahun, Shalabi tidak tinggal di rumah Turmus Ayya, dan tinggal di kamar terpisah selama kunjungan tahunan satu bulan.
Selama sisa tahun, ia tinggal di AS karena dia juga memiliki kewarganegaraan di sana, bersama dengan sebagian besar penduduk Turmus Ayya.
Hamoked berpendapat bahwa istri dan anak-anak Shalabi yang terasing tidak boleh kehilangan rumah mereka karena jaksa penuntut negara tidak memberikan bukti bahwa mereka memiliki pengetahuan tentang rencananya untuk melakukan serangan.
"Pria yang dituduh melakukan serangan itu tidak tinggal di rumah itu, dia tinggal di AS dan dia datang sekali atau dua kali setahun," kata direktur eksekutif Hamoked Jessica Montell, pada Kamis (8/7) setelah pembongkaran.
“Istri Shalabi yang terasing, Sanaa, sama sekali tidak terlibat dan tidak tahu apa-apa tentang serangan itu. Kami pikir ini harus menjadi alasan untuk tidak menghancurkan atau hanya menghancurkan satu ruangan,” tambahnya.
(Susi Susanti)