Sarwary bersikeras bahwa hanya karena dia pergi, itu tidak berarti dia siap untuk menyerah.
"Urusan kami dengan Afghanistan adalah urusan cinta yang fatal, apa pun yang terjadi kami tidak akan pernah menyerah," katanya.
Banyak warga yang dievakuasi adalah kelompok profesional dan lulusan, dan Sarwary khawatir apa artinya "pengosongan otak" ini bagi Afghanistan.
“Afghanistan, adalah "negara di mana orang-orang baik, mereka tidak tumbuh di pohon,” terangnya.
Menurut laporan AS, sekitar 17.000 orang telah meninggalkan Afghanistan melalui bandara Kabul pada pekan lalu. Tidak diketahui berapa banyak warga Afghanistan yang diberi visa untuk bekerja dengan pemerintah dan organisasi internasional di tengah kekhawatiran bahwa mereka mungkin menjadi sasaran Taliban.
Di luar gerbang bandara, ada 10.000 orang atau lebih yang berharap untuk masuk ke lapangan terbang - sekelompok orang yang ingin pergi semampu mereka.
Semakin lama, kerumunan semakin putus asa. Wartawan di tempat kejadian menggambarkan Sabtu (21/8) sebagai salah satu hari terburuk, dengan beberapa wanita diketahui telah kehilangan nyawa mereka ketika antrian mendesak orang terus maju.
NATO mengatakan mereka termasuk di antara sedikitnya 20 orang yang tewas di dalam dan sekitar bandara sejak Taliban memasuki kota itu seminggu yang lalu.
Menurut kantor berita Reuters pada Minggu (22/8), kondisi di gerbang diketahui lebih tenang. Namun saksi mata melaporkan pejuang Taliban menembak ke udara dan menggunakan tongkat untuk menjaga agar orang tetap mengantre,
Secara internasional, kekhawatiran terus tumbuh bahwa negara-negara tidak akan bisa mengeluarkan warganyaa - warga negara dan orang-orang Afghanistan yang telah bekerja bersama mereka - sebelum akhir bulan, saat pasukan AS menarik diri.
Pada Sabtu (21/8), kepala kebijakan luar negeri Uni Eropa Josep Borrell memperingatkan secara matematis tidak mungkin untuk mengevakuasi begitu banyak orang dalam sembilan hari ke depan.
(Susi Susanti)