Rekaman Serangan Drone AS Bocor, Ungkap Pembunuhan Warga Sipil di Afghanistan

Rahman Asmardika, Jurnalis
Kamis 26 Agustus 2021 21:45 WIB
Foto: Reuters.
Share :

WASHINGTON - Pilot pesawat tak berawak (drone) Amerika Serikat (AS) telah membocorkan video serangan udara di Afghanistan pada 2019 yang menewaskan warga sipil dan setidaknya seorang anak. Rekaman itu bocor di saat AS tengah melakukan evakuasi besar-besaran dari Afghanistan setelah perang yang berlangsung selama hampir dua dekade.

Rekaman itu, yang dirilis pada Selasa (24/8/2021) sebagai bagian dari penyelidikan oleh outlet berita militer Connecting Vets, dilaporkan mengungkapkan bagaimana pemerintahan AS selama beberapa administrasi berturut-turut melonggarkan aturan konflik militer atau rules of engagement di Afghanistan, sebagai bagian dari kebijakan untuk menekan Taliban ke meja perundingan.

BACA JUGA: Tarik Pasukan dari Afghanistan, AS Akan Lanjutkan Perang dengan Drone 

Namun, operator drone yang diwawancarai oleh Connecting Vets tersebut mengklaim aturan yang dilonggarkan seputar serangan udara itu "tidak ada gunanya" dan tidak "membuat perbedaan". Serangan drone itu juga dilaporkan menewaskan jauh lebih banyak warga sipil daripada yang diakui Pentagon.

Seorang pilot yang tidak disebutkan namanya, yang bekerja dengan Marinir sebagai bagian dari 'Satuan Tugas South West' di Provinsi Helmand, Afghanistan, pada 2019, mengatakan dia telah trauma dengan satu pembunuhan yang salah sasaran dan membagikan jurnalnya berisi keterangannya tentang insiden tersebut dengan Connecting Vets.

BACA JUGA: Serangan Drone AS Tewaskan 30 Pekerja Perkebunan Afghanistan

“Produktivitas saya hari ini turun. Kami membunuh dua pria tak bersalah dan seorang charger (bahasa gaul militer untuk seorang anak). Mereka mengendarai sepeda motor dan kebetulan melaju ke persimpangan yang sama dengan target kami saat (rudal) Hellfire menyerang,” ujarnya sebagaimana dilansir RT.

Operator itu mengatakan targetnya adalah seorang pria Afghanistan di atas sepeda motor yang telah menggunakan radio dua arah, yang biasa digunakan di Helmand setelah menara seluler jatuh.

Namun, target "melewati ledakan dan terus melaju," tulis pilot itu. Dia menambahkan bahwa dia "melihat seorang pejalan kaki memuat mayat-mayat itu ke dalam truk dan membawa mereka ke rumah sakit. Mereka semua sudah mati.”

Kesaksian itu dikuatkan oleh seorang pejabat militer yang terlibat dalam operasi yang berbicara kepada situs tersebut dengan syarat anonim. Sementara target serangan drone tersebut, yang nama dan hubungannya dengan Taliban tak pernah dikonfirmasi, menghilang tanpa diketahui keberadaannya.

Pejabat itu mengatakan "dua orang dewasa dan seorang balita di sepeda motor lain... langsung tewas". Tetapi laporan Connecting Vets mencatat bahwa Departemen Pertahanan (DoD) mencatat hanya satu korban sipil, "kemungkinan balita", yang tewas pada tanggal serangan tersebut, sementara dua laki-laki dewasa yang “kebetulan ada di sana” sama sekali tidak disebutkan.

Komando Pusat AS, yang memiliki yurisdiksi atas operasi militer di daerah tersebut, tidak menanggapi pertanyaan yang diajukan oleh situs tersebut.

Operator drone mengatakan kepada situs tentang kekecewaannya dengan gugus tugas, yang Marinirnya tampaknya sudah menyerah pada Helmand. Pada 2019, provinsi itu sebagian besar berada di bawah kendali Taliban, dengan “hampir tidak ada patroli darat Amerika… dan tidak banyak patroli militer Afghanistan”.

Menurut outlet tersebut, militer telah “bertransisi dari penargetan berbasis intelijen menjadi menggunakan kriteria target keterlibatan” seperti memegang senapan, tetapi ambang batas untuk dicurigai dapat dengan mudah dilintasi oleh pria dewasa yang tidak bersenjata.

Tahun lalu, Departemen Pertahanan merilis ringkasan kekuatan udara untuk Afghanistan yang menunjukkan peningkatan enam kali lipat dari kurang dari seribu serangan pada 2015 menjadi 7.423 serangan pada 2019.

Menurut laporan tahun 2017 oleh think tank Dewan Hubungan Luar Negeri, Barack Obama “sangat memperluas dan menormalisasi penggunaan drone bersenjata untuk kontraterorisme” hingga 542 serangan, menewaskan sekitar 3.797 orang di berbagai negara.

Di bawah Presiden Donald Trump, otorisasi untuk serangan pesawat tak berawak didelegasikan kepada komandan lapangan sebagai bagian dari strategi Dewan Keamanan Nasional untuk membuat Taliban menyetujui strategi keluar bagi pasukan AS.

(Rahman Asmardika)

Halaman:
Share :
Follow WhatsApp Channel Okezone untuk update berita terbaru setiap hari
Topik Artikel :
Berita Terkait
Terpopuler
Telusuri berita News lainnya