GUNUNGKIDUL - Satu keluarga miskin di Gunungkidul, Yogyakarta ini kisahnya terbilang miris. Lantaran terlilit utang, satu keluarga ini harus tinggal bersama kotoran sapi dan hewan ternak kambing dan sapi karena mereka tidak memiliki rumah.
Kandang sapi yang ditempatinya tersebut pun jauh dari kata layak, hanya ada tikar sebagai ruang tamu dan juga untuk menutupi dari terik matahari pihak keluarga hanya menggunakan terpal agar jika malam hari mereka tidak kedinginan.
Baca Juga: Mahasiswa Nekat Menjambret HP Wanita yang Berjalan di Depan Masjid Nurul Huda Yogyakarta
Profesi sang suami yang hanya buruh tani menyebabkan mereka sulit untuk terbebas dari belenggu kemiskinan.
Di kandang sapi inilah, Ngadiono (50) dan Sumini (44) bersama 4 orang anaknya yang merupakan warga Kedungranti, Desa Kedungpoh, Kecamatan Nglipar, Gunungkidul, Yogyakarta ini tinggal.
Faktor kemiskinan yang melanda menyebabkan satu keluarga ini harus tinggal bersama kotoran sapi dan juga hewan ternak milik mereka berupa kambing, sapi dan juga ayam. Kisah pilu keluarga miskin ini berawal ketika Ngadiono memiliki utang ke sebuah bank pada periode 2007 lalu sebesar Rp15 juta untuk modal usaha berjualan sayur.
Namun sayang, usaha yang dibangun tersebut justru gagal dan menyebabkan keluarga tersebut terjerat utang rentenir atau bank plecit hingga mencapai angka puluhan juta rupiah.
Baca Juga: Yogyakarta dan Bali Masih Berada di PPKM Level 4
Pada periode 2015 lalu pihak keluarga memutuskan untuk merantau ke Sumatera, namun akhirnya memutuskan kembali pada 2018 karena dirasa tidak ada perubahan sama sekali.
Sejak 2018 lalu, satu keluarga ini memutuskan untuk tinggal di hutan negara milih pemerintah yang berada pada tengah hutan dan jauh dari permukiman warga untuk memulai kisah yang baru dengan cara menggarap lahan perhutani milik pemerintah dengan hasil yang terbilang pas - pas an.
Sebab, seluruh aset berupa rumah dan perabotan yang mereka miliki terpaksa dijual untuk menutupi seluruh utang keluarga.
Selama 3 tahun tinggal di hutan inilah, keluarga Ngadiono dapat menabung sapi dan juga kambing yang digunakan untuk bekal kedua anaknya yang saat ini masih bersekolah.
Kini, sapi milik Ngadiono berjumlah 1 ekor milik pribadi dan 2 ekor milik saudara yang digaduhkan (diminta untuk dirawat ). Karena hal tersebutlah, Ngadiono dan Sumini memutuskan untuk tinggal di kandang sapi milik mereka.
Untuk memenuhi kebutuhan sehari - hari, satu keluarga ini hanya mengandalkan buruh tani dengan upah yang terbilang minim. Jika ada orang yang meminta bantuan pertanian, dalam satu hari Ngadiono dan Sumini bisa memperoleh upah Rp30 - 50 ribu. Itu pun tidak setiap hari ada warga yang memerlukan jasa mereka.
Tidak ada barang mewah di tempat ini, perabotan yang ada hanyalah piring dan gelas untuk keperluan sehari - hari, satu buah ember, dan juga tikar yang digunakan untuk tempat bersantai serta menerima tamu.
Untuk menekan beban keluarga, kedua anaknya yang kini masih bersekolah dititipkan ke tempat mbahnya agar mereka bisa fokus dalam pendidikan. Sedangkan anaknya yang lain hanya tamatan SMP dan kini bekerja sebagai tukang parkir di salah satu pasar di Kecamatan Karangmojo.
Tinggal di tempat yang jauh dari kata layak ini, keluarga tersebut hanya bisa pasrah. Mereka membiasakan diri untuk mencium bau kotoran sapi karena memang lokasi mereka yang jadi satu dengan kandang yang ada.
Mereka tak mengharapkan banyak selain meminta diberi kesehatan agar tetap dapat mencari kebutuhan sehari - hari agar kedua putra mereka yang masih bersekolah bisa mengenyam pendidikan yang lebih tinggi.
(Arief Setyadi )