Jenderal Raisi mentweet bahwa itu adalah "kehormatan" untuk terpilih sebagai presiden dan berjanji untuk "membangun organisasi yang lebih transparan, beragam, dan tegas yang bekerja untuk memastikan keselamatan bagi semua".
Dalam pernyataan terpisah, ia menyatakan bahwa UEA adalah "salah satu tempat teraman di dunia" dan bahwa negara Teluk Arab terus menjadi "kekuatan paling penting untuk perubahan positif di kawasan paling sulit di dunia".
Namun peneliti Teluk dari kelompok kampanye Human Rights Watch, Hiba Zayadin, menyebutnya sebagai "hari yang menyedihkan bagi hak asasi manusia dan supremasi hukum di seluruh dunia". Dia mengatakan sang jenderal adalah "perwakilan dari pemerintah paling otoriter di Teluk, yang menyamakan perbedaan pendapat damai dengan terorisme".
Pemilihan itu juga dikecam oleh akademisi Inggris Matthew Hedges, yang telah mengeluarkan klaim ganti rugi di Pengadilan Tinggi di London yang menuduh Jenderal Raisi dan tiga pejabat senior UEA lainnya terlibat dalam pemenjaraan dan penyiksaan palsu yang diduga dideritanya di UEA pada 2018.