VATIKAN - Paus Fransiskus pada Kamis (24/3) mengritik peningkatan pengeluaran pertahanan negara-negara Barat setelah invasi Rusia ke Ukraina sebagai "kegilaan" dan mengatakan cara baru harus ditemukan untuk menyeimbangkan kekuatan dunia.
Berbicara kepada koalisi kelompok perempuan, Paus mengatakan konflik di Ukraina adalah produk dari "logika lama kekuasaan yang masih mendominasi apa yang disebut geopolitik".
Dia mengatakan tanggapan sebenarnya bukanlah lebih banyak senjata dan lebih banyak sanksi.
"Saya merasa malu ketika saya membaca bahwa sekelompok negara telah berkomitmen untuk menghabiskan 2 persen dari dari Produk Domestik Bruto (PDB) untuk memperoleh senjata sebagai tanggapan atas apa yang terjadi sekarang. Kegilaan," terangnya.
NATO memiliki target 2 persen dari PDB negara anggota untuk dibelanjakan untuk pertahanan. Banyak yang gagal dalam beberapa tahun terakhir, yang membuat Amerika Serikat (AS) kesal.
Baca juga: Paus Fransiskus Kunjungi Anak-Anak Korban Perang Rusia-Ukraina
Tetapi Jerman mengumumkan bulan lalu bahwa mereka akan secara tajam meningkatkan pengeluaran pertahanannya menjadi lebih dari 2 persen dari PDB-nya dalam perubahan kebijakan yang didorong oleh invasi Rusia.
Baca juga: Paus Angkat Bicara tentang Perang Nuklir dan Hari Kiamat
Prancis, salah satu kekuatan militer terbesar di Eropa, telah mengatakan akan mencapai target pengeluaran 2 persen NATO yang dicita-citakan AS tahun ini. Negara-negara Eropa lainnya juga telah memutuskan untuk meningkatkan pengeluaran dengan berbagai tingkatan. Italia berada di tengah-tengah perdebatan politik yang panas atas usulan kenaikan.
Paus mengatakan bahwa yang dibutuhkan adalah "cara yang berbeda untuk mengatur dunia yang terglobalisasi, bukan dengan menunjukkan gigi Anda, seperti yang dilakukan sekarang, tetapi cara yang berbeda untuk membingkai hubungan internasional."
Dia tidak memberikan saran tentang bagaimana hal itu bisa dilakukan. Sejak perang dimulai, Paus secara implisit mengkritik Moskow, mengutuk apa yang disebutnya "agresi yang tidak dapat dibenarkan" dan mencela "kekejaman", tetapi ia tidak menyebut nama Rusia.
(Susi Susanti)