Awalnya Slamet bisa menjadi salah satu pejabat di pemerintahan Belanda berawal dari lowongan kerja yang dibuka. Dimana saat itu pemerintah Belanda membuka lowongan untuk merancang rumah pemotongan hewan yang higienis dan bagus.
"Karena sebelumnya mungkin nggak ada yang bagus, akhirnya dibikin itu. Pemerintah Kotapraja membuka lowongan, jadi Pak Slamet ini dia dokter hewan, jadi dokter hewan lahir 1919, tahun 1930-an tugas di Watampone, anak sudah ada empat, kalau tetap di luar Jawa pendidikannya sulit. Makanya begitu ada lowongan tadi Slamet ini ngajukan lamaran," jelasnya.
Singkat cerita akhirnya dia berhasil diterima, kemampuan berkomunikasi dengan warga pribumi dan penguasaan bahasa Belanda dan bahasa lokal, menjadikannya kandidat yang diterima.
"Urusan potong hewan urusan sama orang-orang inlandeer urusan pekerjaan kasar sama orang-orang lokal. Kalau kepalanya orang Belanda, komunikasinya nggak bisa nggak enak, sampai hari ini semuanya orang Madura. Kakek saya bisa ngomong Madura, pernah dinas di Sumenep tahun 1926. Itu salah satu kelebihan yang akhirnya menduga-duga kenapa akhirnya diterima oleh Belanda, ada sejarahnya walaupun sedikit di Kota Malang," jelasnya.
Lalu Slamet dengan memiliki keistimewaannya mengajukan rumah tinggal di Belanda, ia meminta kepada pemerintah kolonial diberi kesempatan membeli rumah di kawasan permukiman Eropa itu.
"Karena jabatan itulah punya privilege bisa membeli rumah yang bukan pribumi, yang semuanya ditempati orang-orang Eropa. Jadi dia membeli rumah dari gajinya nyicil ke kotapraja," ungkapnya.