Jenderal AS Khawatir Pengaruh Rusia dan China di Timur Tengah

Susi Susanti, Jurnalis
Jum'at 22 Juli 2022 18:10 WIB
Jenderal AS khawatir pengaruh Rusia dan China di Timur Tengah (Foto: Angkatan Udara AS via AP)
Share :

WASHINGTON - Jenderal tertinggi di Angkatan Udara Amerika Serikat (AS) di Timur Tengah, Letjen Alexus Grynkewich, pada Kamis (21/7/2022), menyampaikan kekhawatiran atas pengaruh Rusia dan China yang menguasai wilayah tersebut ketika negara-negara adidaya bersaing untuk mendapatkan pengaruh dan militer di kawasan Timur Tengah.

Saat melangkah ke peran barunya di Pangkalan Udara Al Udeid di Qatar, yang letaknya ribuan mil dari gurun panas di luar ibu kota Qatar, Grynkewich memikul tanggung jawab operasi militer di Irak, Suriah, Afghanistan dan di seluruh wilayah itu. Ia sebelumnya menjabat sebagai Direktur Operasi di Pusat Komando di Tampa-Florida.

Grynkewich menyampaikan pernyataan itu ketika ketegangan melanda kawasan tersebut terkait perkembangan pesat program nuklir Iran dan pembicaraan untuk menghidupkan kembali perjanjian nuklir Iran dengan negara-negara adidaya yang menemui jalan buntu.

Baca juga: Jenderal AS: Jika Rusia Gunakan Senjata Nuklir di Ukraina, Militer Akan Beri Pilihan ke Biden

Dia mengatakan beberapa minggu terakhir ini pasukan AS telah melihat berkurangnya serangan yang menarget seluruh wilayah itu karena lemahnya kesepakatan gencatan senjata antara kelompok pemberontak Houthi yang didukung Iran dengan koalisi militer yang dipimpin Arab Saudi.

Baca juga: Cium Wanita Secara Paksa, Jenderal Angkatan Udara Bintang 2 Didenda Lebih dari Rp720 Juta

Menurut dia, proses pembentukan pemerintah yang sedang berlangsung di Baghdad juga membuat milisi yang didukung Iran berada dalam ketidakpastian.

“Seiring meredanya ancaman-ancaman lain, Amerika mempertajam fokusnya untuk menahan dan melawan pengaruh Rusia dan China di kawasan itu,” tegasnya, dikutip VOA.

Dia mencatat bahwa Rusia berusaha mempertahankan pengaruhnya di Suriah ketika membantu menyelamatkan pemerintahan Presiden Bashar Al Assad dan mengubah gelombang perang itu demi kepentingannya.

Dalam beberapa bulan terakhir ini Iran dengan cepat meningkatkan persediaan bahan bakar nuklirnya yang mendekati tingkat pembuatan senjata, memicu kekhawatiran akan terjadinya eskalasi.

Iran juga memiliki sentrifugal yang lebih canggih, yang berdasarkan kesepakatan nuklir tahun 2015 telah dilarang. AS, di bawah Presiden Donald Trump, secara sepihak meninggalkan kesepakatan itu pada 2018.

(Susi Susanti)

Halaman:
Share :
Follow WhatsApp Channel Okezone untuk update berita terbaru setiap hari
Berita Terkait
Terpopuler
Telusuri berita News lainnya