IRAN - Seorang mantan Presiden Iran Mohammad Khatami te lah membuat komentar publik yang langka karena memuji pengunjuk rasa protes anti-pemerintah dan mendesak pihak berwenang untuk memperhatikan tuntutan mereka "sebelum terlambat".
Khatami, 79, mengatakan "slogan indah" tentang wanita, kehidupan dan kebebasan yang menunjukkan masyarakat Iran bergerak menuju masa depan yang lebih baik. Dia juga mengkritik penangkapan mahasiswa dalam penumpasan aparat keamanan.
Baca juga: Media Pemerintah Iran Bantah Polisi Moralitas Iran Dibubarkan
Khatami, seorang reformis yang menjabat dua periode sebagai Presiden Iran antara 1997 dan 2005, memuji dalam pernyataannya apa yang dia sebut keterlibatan mahasiswa dan profesor yang "mungkin belum pernah terjadi sebelumnya" dalam protes dan mengkritik hukuman dan pembatasan yang mereka hadapi sebagai akibatnya.
"Tidak boleh kebebasan dan keamanan ditempatkan bertentangan satu sama lain, dan akibatnya kebebasan diinjak-injak dengan dalih menjaga keamanan, atau keamanan itu...diabaikan atas nama kebebasan," katanya, dikutip BBC.
Dia juga memberikan pernyataan langsung ke pemerintah Raisi.
"Saya menyarankan para pejabat untuk menghargai kehadiran ini dan, alih-alih menanganinya secara tidak adil, mengulurkan tangan membantu mereka dan, dengan bantuan mereka, mengenali aspek pemerintahan yang salah dan bergerak menuju pemerintahan yang baik sebelum sudah terlambat,” lanjutnya.
Komentar itu muncul dalam sebuah pernyataan untuk memperingati Student Day pada Rabu (7/12/2022).
Seperti diketahui, pelajar berada di garis depan kerusuhan yang dimulai pada pertengahan September lalu setelah kematian Mahsa Amini dalam tahanan, seorang wanita berusia 22 tahun yang ditahan oleh polisi moralitas karena diduga mengenakan jilbabnya secara tidak benar.
Protes yang dipimpin perempuan telah menyebar ke lebih dari 150 kota dan 140 universitas di 31 provinsi negara itu dan dipandang sebagai salah satu tantangan paling serius bagi Republik Islam itu sejak revolusi 1979.
Kepemimpinan Iran, termasuk Presiden garis keras Ebrahim Raisi, telah menggambarkan mereka sebagai "kerusuhan" yang dipicu oleh musuh asing negara itu dan memerintahkan pasukan keamanan untuk "menangani dengan tegas" mereka.
Menurut Kantor Berita Aktivis Hak Asasi Manusia (HRANA), sejauh ini, setidaknya 473 pengunjuk rasa telah tewas dan 18.215 telah ditahan, termasuk 586 mahasiswa. Selain 61 personel keamanan dilaporkan meninggal.
Dalam perkembangan terpisah, pengadilan Iran mengatakan bahwa lima pengunjuk rasa telah dijatuhi hukuman mati setelah dinyatakan bersalah atas "korupsi Bumi".
Para terdakwa yang tidak disebutkan namanya itu dituduh membunuh seorang anggota Pasukan Perlawanan Basij di Karaj, sebelah barat Teheran, pada 3 November lalu selama demonstrasi menandai hari berkabung ke-40 untuk Hadis Najafi, seorang wanita muda yang telah menjadi simbol kerusuhan anti-pemerintah.
Menurut pengadilan, sebelas terdakwa lainnya, termasuk tiga anak, dijatuhi hukuman penjara yang lama karena peran mereka dalam kerusuhan.
"Orang-orang ini dihukum setelah proses yang tidak adil dan tanpa proses hukum," kata Direktur Hak Asasi Manusia Iran Mahmood Amiry-Moghaddam kepada kantor berita AFP.
"Tujuannya adalah untuk menyebarkan ketakutan dan membuat orang berhenti memprotes,” lanjutnya.
Pengumuman pada Selasa (5/12/2022) INI berarti total 11 orang telah dijatuhi hukuman mati sehubungan dengan protes tersebut. Kepala kehakiman mengatakan pada Senin (4/12/2022) bahwa "beberapa" hukuman telah ditegakkan dan akan dilakukan "segera".
(Susi Susanti)