Fenomena Hujan Es, Ahli Sebut karena Adanya Gerakan Vertikal Udara dari Awan

Irfan Maulana, Jurnalis
Rabu 14 Desember 2022 12:00 WIB
Ilustrasi hujan es (Foto: Bankrate)
Share :

JAKARTA - Fenomena hujan es kerap terjadi di wilayah Indonesia. Hujan es menjadi salah satu jenis cuaca ekstrem.

Peneliti Klimatologi dari Pusat Riset Iklim dan Atmosfer, Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) Erma Yulihastin menjelaskan setiap hujan diturunkan dari awan yang memiliki beberapa tipe berdasarkan ketinggian.

diantaranya, awan rendah (< 1,5 km), awan menengah (1,5 -3 km), dan awan tinggi (> 3 km). Dari berbagai jenis awan, yang berpotensi besar dapat menghasilkan hujan ada dua, yaitu awan nimbostratus dan awan cumulonimbus.

 BACA JUGA: Heboh! Hujan Es Guyur Kota Mataram Bikin Takjub Warga

"Awan nimbostratus merupakan jenis awan rendah yang dikenal juga dengan istilah awan hujan atau awan mendung," jelasnya, Selasa, (13/12/2022).

 BACA JUGA: Sejumlah Daerah Berpotensi Dilanda Cuaca Ekstrem, dari Puting Beliung hingga Hujan Es

Awan ini dicirikan dari awan merata berwarna keabuan, dan membentang secara horisontal menyerupai garis lurus. Kemudian memiliki perbedaan dengan warna putih terang di bagian atas atau bawahnya.

"Jika terjadi awan nimbostratus, maka dalam waktu kurang dari setengah jam kemungkinan besar akan segera terjadi hujan," kata Erma.

Jenis awan berikutnya, lanjut Erma yang berpotensi menghasilkan hujan disertai badai berupa kilat, guruh, angin kencang, juga hujan es adalah yang disebut dengan awan cumulonimbus atau awan badai. Awan ini dinamakan demikian karena secara penampakan merupakan gabungan antara awan cumulus dan awan nimbus.

Meskipun demikian, mekanisme terbentuknya awan cumulunimbos berawal dari awan rendah jenis cumulus yang terus tumbuh menembus lapisan menengah hingga lebih dari 3 km dengan penampakan seperti pohon beringin.

Awan cumulonimbus juga disebut dengan awan menara (tower cloud) yang ketinggiannya bisa mencapai lebih dari 10 km.

"Gerakan vertikal udara atau disebut updraft yang sangat kuat dari awan badai inilah yang dapat memicu hujan es atau hail. Saat udara yang berbentuk uap bergerak naik maka akan mencapai level pendinginan dan berubah menjadi air dingin lalu menjadi es," jelasnya.

Jika terjadi turbulensi yang kuat dalam awan badai, maka menimbulkan tumbukan dan proses penggabungan antara partikel es yang ada di dalam awan. Sehingga ukuran es yang dihasilkan pun menjadi lebih besar dari ukuran umum.

"Es yang seharusnya kembali mencair dan turun sebagai air hujan pun tidak terjadi sehingga hujan masih berbentuk es hingga di permukaan tanah. Ini merupakan mekanisme umum pembentukan hujan es dari awan badai," ungkap Erma.

Untuk melihat tanda-tanda awan badai menghasilkan hujan es atau tidak tentu tak mudah kata Erma. Penampakan visual awan badai atau awan cumulonimbus hanya bisa dikenali dari awan keabuan yang tumbuh secara tunggal menyerupai pohon beringin berwarna keabuan.

"Mendeteksi potensi awan badai dapat menghasilkan hujan es harus menggunakan teknologi radar cuaca dengan teknik dual-polar seperti yang dikembangkan di NSSL-NOAA, badan penelitian Atmosfer-Laut nasional di Amerika Serikat," ucapnya.

Di Indonesia, selain terjadi karena awan badai sehingga hujan es dapat terjadi di mana saja. Hujan es juga dapat terjadi di wilayah pegunungan karena awan-awan tinggi seperti cirrus dan cirrostratus yang mengandung banyak partikel es.

Meskipun demikian, karena jenis awan tersebut bukan awan hujan, maka untuk bisa menurunkan hujan es harus terjadi interaksi dan penggabungan dengan awan-awan lain berjenis awan rendah seperti awan cumulus dan awan nimbus.

Sementara itu lanjut Erma, pembentukan awan yang berpotensi menurunkan hujan es dapat dibentuk dengan berbagai cara di antaranya karena efek topografi pegunungan yang memaksa terjadinya pengangkatan udara di permukaan terjadi secara kuat.

"Karena berinteraksi dengan udara dingin di atas pegunungan, maka awan yang terbentuk pun lebih kaya dengan partikel es," katanya.

Kedua kata Erma, awan hujan es juga dapat dihasilkan dari front atau pertemuan massa udara dingin dan hangat. Udara dingin yang berada di bawah udara hangat ini juga memengaruhi proses pendinginan partikel-partikel es.

"Atau bahkan air dingin di dalam awan sehingga hujan yang turun dari awan pun masih berbentuk partikel es," pungkasnya. 

(Susi Susanti)

Halaman:
Share :
Follow WhatsApp Channel Okezone untuk update berita terbaru setiap hari
Topik Artikel :
Berita Terkait
Terpopuler
Telusuri berita News lainnya