Selanjutnya, ketika korban memberikan kartu kredit, tersangka SW memberikan kuitansi tanda terima. Pada Agustus 2019, tersangka SW menawarkan Investasi lagi yang bernama Investasi Pegadaian dan menjanjikan keuntungan sebesar 5 persen per bulan dari nilai investasi selama 6 bulan.
"Apabila investasi berakhir, modal investasi dikembalikan 100 persen dan untuk investasi tersebut tersangka SW memberikan kuitansi tanda terima dengan menggunakan logo Double Dipps," ujarnya.
Pada Maret 2021, tersangka SW menawarkan investasi Koperasi dengan periode investasi selama 3 bulan dan menjanjikan keuntungan sebesar 10 persen per bulan dan nilai investasi atau keuntungan 1,5 persen per tiga hari dari nilar investasi. "Modusnya sama, bila investasi berakhir, modal dikembalikan 100 persen," ujarnya.
Pada 18 Januari 2022, tersangka SW memberikan cek Bank BCA sebagai jaminan investasi Pegadaian dan Investasi Koperasi senilai Rp530 juta kepada pelapor. Namun, saat pelapor mengecek kliring sebanyak 2 kali, uang tersebut tidak dapat dicairkan, dengan bukti adanya Surat Keterangan Penolakan (SKP) tidak cukup dana.
"Pada Juli 2021 pembayaran keuntungan macet untuk Investasi Pegadaian dan Investasi Koperasi kemudian pada Maret 2022 pembayaran macet untuk Investasi Double Dipps dan pada Mei 2022 tersangka SW tidak bisa melakukan pembayaran tagihan kartu kredit sehingga pada bulan Juli 2022 korban VS yang melakukan pembayaran tagihan kertu kredit dengan menggunakan uang pribadi," tuturnya.