WASHINGTON – Amerika Serikat (AS) pada Rabu, (1/2/2023) memperingati dua tahun kudeta Myanmar dengan menjatuhkan rangkaian sanksi baru terhadap junta militer negara Asia Tenggara itu. AS mencatat bahwa dalam dua tahun ini krisis politik, ekonomi, dan kemanusiaan di Myanmar telah berkembang menjadi semakin parah.
BACA JUGA: Kudeta Militer Myanmar, Kekuasaan Dipegang Panglima Tertinggi Angkatan Bersenjata
Pada 1 Februari 2021, junta militer Myanmar merebut kekuasaan dari pemerintahan yang dipilih secara demokratis dan menuding pemimpin yang dipilih oleh rakyat dengan tuduhan kecurangan pemilu. Sejak saat itu, Myanmar telah terjerumus ke dalam krisis di bawah kekuasaan rezim yang telah membunuh rakyatnya, membuat ribuan orang mengungsi, dan membalikkan kemajuan demokrasi Myanmar yang telah berlangsung selama satu dekade terakhir.
“Sejak kudeta militer pada 1 Februari 2021, krisis politik, ekonomi, dan kemanusiaan di Burma semakin parah, dengan sejumlah laporan menunjukkan hampir 3.000 orang tewas, hampir 17.000 orang ditahan, dan lebih dari 1,5 juta orang mengungsi,” kata Menteri Luar Negeri AS, Antony Blinken dalam keterangan persnya, Rabu.
“Kampanye bumi hangus yang terus dilakukan oleh rezim ini terus menimbulkan kerugian dan merenggut nyawa orang-orang yang tidak berdosa, memicu konflik bersenjata yang memburuk di Burma dan ketidakamanan di luar perbatasannya.”
Rangkaian sanksi terbaru AS diberlakukan terhadap enam individu dan tiga entitas yang terkait dengan upaya rezim Myanmar menghasilkan pendapatan dan membeli persenjataan. Ini termasuk pemimpinan senior Kementerian Energi Burma, Perusahaan Minyak dan Gas Myanmar (MOGE), dan Angkatan Udara Burma, serta penjual senjata dan anggota keluarga dari rekanan bisnis militer yang ditunjuk sebelumnya.