Bak Minyak dan Air, Kisah Soeharto dan Achmad Yani yang Tak Pernah Akur karena Jabatan Militer

Susi Susanti, Jurnalis
Minggu 11 Juni 2023 07:01 WIB
Soeharto (Foto: Istimewa/Okezone)
Share :

JAKARTA – Kisah dua perwira Angkatan Darat (AD) di awal 1960-an antara Soeharto dan Achmad Jani atau Achmad Yani memang terbilang unik.

Keduanya disebut-sebut bagaikan air dan minyak karena tak bisa disatukan. Selain itu, keduanya juga tak bisa selaras dan akur. Ini disebut-sebut karena alasan jabatan militer.

Letnan Jenderal Achmad Jani yang setahun lebih muda dari Mayor Jenderal Soeharto pada kala itu, bisa merangkak karier militer lebih melesat lantaran dianggap “anak emas” Presiden Soekarno.

Soeharto dikenal tak begitu dekat dengan Soekarno. Soeharto lebih bisa dikatakan anak kesayangan Jenderal Gatot Soebroto sejak masa revolusi.

Jenderal Gatot pernah memeluk erat Soeharto ketika selamat dari gempuran bombardemen pasukan lawan, ketika ikut serta dalam Palagan Ambarawa. Gatot Soebroto pula yang pernah menyelamatkan Soeharto dari pengadilan militer.

Ketika itu, Soeharto dituduh menggunakan perangkat militer untuk menjalankan penyelundupan. Achmad Jani dan Nasution ingin segera mengadilinya, hingga Gatot Soebroto turun tangan.

Soeharto pun hanya dihukum dicopot jabatannya sebagai Pangdam Diponegoro dan ‘diasingkan’ ke Sekolah Staf dan Komando Angkatan Darat (SSKAD).

Sementara itu, Achmad Jani diketahui sebagai ‘anak emas’ Soekarno. Hal ini terlihat saat Jenderal Abdoel Haris Nasution mengajukan nama-nama calon penggantinya sebagai Kepala Staf Angkatan Darat (KSAD), Soekarno berulang kali menolak pencalonan Soeharto ketika diajukan Nasution.

Tapi ketika Nasution kembali dengan mencantumkan nama Achmad Jani, Soekarno langsung setuju. Achmad Jani jadi kesayangan Soekarno berkat keberhasilannya meredam gerakan separatis Pemerintahan Revolusioner Republik Indonesia (PRRI) di Sumatera.

Bibit-bibit iri pun mulai timbul. Soeharto sebagai pribadi yang introvert (tertutup), tak pernah mau hadir dalam agenda ‘coffee morning’ yang digelar para pejabat teras TNI AD yang tentunya, dihadiri pula oleh Letjen Achmad Jani.

Dalam satu kesempatan, Nasution yang berkendara dengan helikopter menuju agenda ‘coffee morning’, melihat Soeharto justru asyik bermain golf.

“Pak Nas kan tahu saya,” jawab Soeharto singkat ketika Nasution bertanya soal kenapa tak mau datang lewat telefon. Hal ini terungkap dalam buku ’34 Wartawan Istana Bicara Tentang Pak Harto’.

Seolah terjerumus dalam perang dingin dengan Achmad Jani dan bahkan di kemudian hari juga dengan Nasution, Soeharto lebih sering ‘curhat’ pada Gatot Soebroto.

 Soeharto pun sempat mengeluhkan hal ini ke Gatot Soebroto.

“Waktumu akan tiba,” ujar Gatot Soebroto singkat ketika mendengar keluhan Soeharto.

Tak berapa lama kemudian, Soeharto bak jadi figur penting yang menghabisi PKI pasca-terjadinya Gerakan 30 September 1965 yang di antaranya juga menewaskan Jenderal (Anumerta) Achmad Jani.

Tak hanya itu, setahun setelah itu, Soeharto diangkat jadi pejabat Presiden menggantikan Soekarno pasca-keluarnya Surat Perintah 11 Maret Supersemar (1966) dan setelah penjelasan Soekarno (Nawaksara) soal tragedi G30S ditolak MPRS.

(Susi Susanti)

Halaman:
Share :
Follow WhatsApp Channel Okezone untuk update berita terbaru setiap hari
Topik Artikel :
Berita Terkait
Terpopuler
Telusuri berita News lainnya