Dari sinilah banyak orang berasumsi jika dengan memperlihatkan kemaluan pria akan meredakan kemarahan arwah perempuan malang itu.
Demi alasan untuk menenangkan arwahnya kembali, warga desa setempat membuat beberapa ukiran penis dari kayu dan melangsungkan sebuah upacara keagamaan di sana. Setelah beberapa waktu, ikan-ikan mulai kembali ke laut dan warga desa mulai dapat hidup kembali dengan tenang.
Cerita itu kini dikenal sebagai Legenda Auebawi dan Haesindang. Karang tempat perempuan itu tenggelam dinamakan Karang Auebawi sedangkan bangunan tempat upacara keagamaan dilangsungkan dua kali setahun dinamakan Haesindang.
Dari beberapa sumber yang dilansir Okezone, diketahui sampai hari ini, upacara tersebut masih terus dilangsungkan sebagai upacara adat tradisional.
(Susi Susanti)