Sakit Hati Akan Penolakan Soekarno, Kahar Muzakkar Kobarkan Pemberontakan

Rahman Asmardika, Jurnalis
Senin 31 Juli 2023 07:01 WIB
Kahar Muzakkar. (Foto: YouTube)
Share :

JAKARTA – Pada 30 April 1950, Kahar Muzakkar mengirimkan surat pada pemerintah Indonesia dan pimpinan Angkatan Perang Republik Indonesia (APRI, sekarang TNI) berisi tuntutan agar segenap barisan Komando Gerilya Sulawesi Selatan (KGSS) yang dipimpinnya dilebur ke dalam APRI dengan nama “Brigade Hasanuddin”. Tuntutan ini diajukan Kahar Muzakkar sebagai respons atas rencana pemerintah untuk membubarkan KGSS pasca-revolusi kemerdekaan.

Namun, tuntutan Kahar Muzakkar itu ditolak oleh Presiden Soekarno yang menilai mayoritas anggota KGSS tak memenuhi syarat sebagai tentara yang profesional. Hanya segelintir anggota KGSS yang lolos dalam saringan perekrutan APRI.

Pemerintah hanya bersedia memasukkan eks-KGSS ke dalam Korps Cadangan Militer, yang tak sesuai dengan tuntutan Kahar. Dikutip dari buku “100 Tokoh yang Mengubah Indonesia”, penolakan ini membuat Kahar sangat.

Untuk mencoba meredam kekecewaan Kahar, pemerintah kemudian memberinya pangkat “Overste” atau Letnan Kolonel. Tetapi ketika akan dilantik pada 17 Agustus 1951, Kahar justru kabur dengan membawa serta sejumlah persenjataan dan mengobarkan pemberontakan.

Sebelum penolakan terkait KGSS, Kahar sudah pernah beberapa kali dikecewakan pemerintah pusat. Salah satunya insiden itu terjaid pada Oktober 1945, berkaitan dengan Kebaktian Rakyat Indonesia Sulawesi (KRIS).

Tapi KRIS justru lebih “dikuasai” golongan Mihanasa-Manado dan membuat perannya sebagai sekretaris terkucilkan, sampai memutuskan keluar dari KRIS.

Pasca penolakan Soekarno terhadap KGSS, Kahar membentuk brigadenya sendiri. Pada 7 Februari 1953, Dia kemudian memutuskan bergabung dengan Darul Islam/Tentara Islam Indonesia (DI/TII) pimpinan Sekarmadji Maridjan Kartosuwiryo.

Gerakan pasukannya yang berkekuatan sekira 15 ribu pengikut, mengatasnamakan agama dan sepak terjangnya lebih kepada melancarkan teror kaum aristokrat dan para bangsawan yang bertentangan dengannya.

Di tahun itu pula, muncul pemberontakan lain di Sulawesi, Perdjuangan Rakjat Semesta (Permesta). Di sisi lain, pemberontakan Kahar justru juga mulai melemah akibat ‘digembosi’ dari dalam sejak 1957.

Pergerakan pasukan Kahar mulai tak mendapat aliran suplai dari Andi Selle, pensiunan APRI. Seperti disadur dari buku ‘Tragedi Patriot dan Pemberontak Kahar Muzakkar”, Andi Selle dipengaruhi Pangdam XIV/Hasanuddin, Kolonel Muhammad Jusuf, untuk tak lagi ikut campur dalam penyaluran suplai pasukan Kahar.

Jusuf juga berkehendak berunding dengan Kahar untuk menyelesaikan konflik. Tapi di tengah jalan, pemberontak simpatisan Andi Selle malah menembaki mobil Jusuf.

Beruntung, Jusuf selamat dan di hari berikutnya, Jusuf melayangkan laporan kepada Kepala Staf Angkatan Darat (KSAD), Letnan Jenderal Achmad Yani dan Presiden Soekarno, bahwa perundingan tak dibutuhkan lagi.

Di saat itulah dikirim pasukan TNI dari Jawa untuk melancarkan “Operasi Kilat”. Di satu pihak, pasukan Kahar kian berkurang, terlebih setelah koleganya, Bahar Mattaliu “termakan” propaganda pemerintah, bahwa Presiden Soekarno memberi amnesti pada semua yang ingin menyerah.

Uang jadi “pancingan” yang sukses untuk menginsyafkan puluhan ribu pengikut Mattaliu. Pasalnya, mereka yang memang mulai terdesak ekonomi, dijanjikan tunjangan Rp250 ribu oleh pemerintah.

Memasuki 1965, pasukan Kahar mulai terdesak dan pada 3 Februari, Kahar disergap pasukan Siliwangi dari Batalyon 330 Kujang I. Dalam berbagai literatur, di saat itulah, tepatya di tepi Sungai Lasolo, Kahar tertembak Kopral Sadeli dan langsung tersungkur tewas. Juli 1965, seluruh pengikutnya menyerahkan diri di Gerungan.

Nah, tapi ada beragam spekulasi soal Kahar, terlebih jenazah dan kuburannya tak pernah diungkap di kemudian hari. Kolonel Jusuf sendiri yang membawahi “Operasi Kilat” itu tak pernah mau buka mulut soal jenazah dan pusara Kahar.

Ada berbagai rumor soal Kahar, mulai dari jenazahnya dibawa ke Jakarta, dimakamkan di Kendari, dikebumikan dekat Bandara Makassar, sampai rumor yang menyatakan dia sebenarnya masih hidup.

Namun kepastian Kahar sudah meninggal akhirnya dikonfirmasi istri kedua Kahar yang berdarah Belanda, Corry van Stenus, lewat pengakuan anak-anak Kahar ketika diizinkan melihat sendiri jenazah Kahar di Rumah Sakit Palemonia, Makassar.

(Rahman Asmardika)

Halaman:
Lihat Semua
Share :
Follow WhatsApp Channel Okezone untuk update berita terbaru setiap hari
Topik Artikel :
Berita Terkait
Terpopuler
Telusuri berita News lainnya