BATAM - Warga Perumahan Golden Prima, Tanjung Buntung, Bengkong mendadak heboh. Pasalnya, rumah mewah dua lantai yang dihuni Ahmad Ramli digerebek polisi karena diduga menjadi tempat penampungan calon pekerja migran Indonesia (PMI) ilegal.
Saat diamankan, 11 wanita dari berbagai daerah ditemukan dalam kondisi cukup memprihatinkan. Mereka calon PMI ilegal yang hendak diberangkatkan secara non prosedural ke Singapura dan Malaysia.
Para calon PMI ini sudah satu bulan lebih berada di rumah tersebut dengan pengawasan sangat ketat dari Ahmad Ramli, pemilik rumah sekaligus pengendali pengiriman para calon PMI ilegal di Batam.
Selain Ahmad Ramli, polisi juga mengamankan seorang wanita bernama Yunita Usman yang bertugas sebagai pengatur pengiriman PMI ilegal dari Batam ke Singapura dan Malaysia.
Menurut Kapolsek Bengkong AKP Rizky Saputra, terbongkarnya kasus ini saat seorang korban bernama Dewi meminta tolong kepada keluarganya terkait kondisinya di penampungan.
Korban Dewi tak kunjung diberangkatkan dengan alasan tidak lulus cek kesehatan kembali dimintai biaya untuk mengurus pemberangkatan ulang. Lantaran merasa menjadi korban pemerasan, keluarga Dewi melapor pada polisi. Selanjutnya, polisi bergerak cepat dan menggerebek kediaman Ahmad Ramli.
Dari hasil pemeriksaan, diketahui Ahmad Ramli sudah lama menjadi tekong pengiriman PMI ilegal ke Malaysia dan Singapura. Ramli tidak bekerja sendiri, namun juga memiliki kaki tangan di berbagai daerah untuk mengaet para korbannya.
Kapolsek Bengkong AKP Rizky Saputra mengatakan, untuk pemberangkatan, Ramli mematok biaya hingga Rp11 juta pada korbannya. Ramli sendiri merupakan bagian dari sindikat pengiriman PMI ilegal jaringan Singapura dan Malaysia.
Selainkan dua pelaku dan sebelas korban, petugas kepolisian juga berhasil menyita barang bukti berupa pasport, tiket pesawat dan empat unit handpohone (HP).
Atas perbuatannya, para pelaku akan disangkakan Pasal 81 jo Pasal 69 Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2017 tentang perlindungan pekerja migran Indonesia dengan ancaman kurungan penjara maksimal 10 tahun penjara.
(Arief Setyadi )