JAKARTA - Kisah bagaimana Raden Kian Santang atau Pangeran Cakrabuana memiliki pengaruh terhadap masuknya ajaran Islam di Betawi atau Jakarta menarik untuk diketahui.
Untuk mengetahui awal penyebaran Islam di Jakarta, menurut budayawan Betawi (alm) Ridwan Saidi, ini bisa dirunut dari berdirinya pesantren Quro di Karawang pada 1418.
Syekh Quro, atau Syekh Hasanuddin, berasal dari Kamboja. Awal kisah, maksud kedatangan Syekh Quro ke Jawa hendak berdakwah di Jawa Timur. Akan tetapi, ketika singgah di pelabuhan Karawang, Syekh Quro urung meneruskan perjalanannya ke timur.
Ia lantas menikah dengan seorang gadis Karawang dan membangun pesantren di Quro. Satu hari, seorang santri pesantren tersebut yakni Nyai Subang Larang, dipersunting Prabu Siliwangi.
Dari perkawinan ini lahirlah Raden Kian Santang yang kelak menjadi penyebar Islam. Banyak warga Betawi yang menjadi pengikutnya. Hal ini menunjukkan bahwa proses Islamisasi tidak hanya terjadi pada kalangan rakyat biasa, juga pada tingkat elite.
BACA JUGA:
“Makam Syekh Quro di Karawang sampai kini masih banyak diziarahi orang,” ujar Ridwan Saidi.
Lebih lanjut diceritakan Ridwan, di kalangan penganut agama lokal, mereka yang beragama Islam disebut sebagai kaum langgaran, sebagai orang yang melanggar adat istiadat leluhur dan tempat berkumpulnya disebut langgar.
Sampai sekarang warga Betawi umumnya menyebut Mushala dengan langgar. Sementara sebagian besar masjid tua yang masih berdiri sekarang ini, seperti diuraikan Heuken, dulunya adalah langgar.
Sementara, Siswadi, dalam tulisannya berjudul 'Perkembangan Kota Jakarta,' menulis : 'Dalam abad ke-14 dan 15 kraton-kraton di Jawa sudah menerima Islam karena alasan politik.'
Menurut kitab 'Sanghyang Saksakhanda', dituliskan, sejak pesisir utara Pulau Jawa - mulai dari Cirebon - Karawang dan Bekasi - terkena pengaruh Islam yang disebarkan orang-orang Pasai, maka tidak sedikit orang-orang Melayu yang masuk Islam.
"Menurut legenda, Sang Prabu Siliwangi menolak masuk Islam, ketika diimbau oleh putranya Kian Santang atau Pangeran Cakrabuana," ucapnya.
BACA JUGA:
Proses Islamisasi di Jakarta dan sekitarnya di abad ke-14 sampai ke-16 tidak dapat dilakukan tanpa menyebut nama-nama besar seperti Kian Santang.
Ia tanpa ragu-ragu mengikuti jejak ibunya, memeluk Islam.Setelah terjadi proses Islamisasi, Prabu Siliwangi lalu ngahyang atau meng-hyang. Dari sinilah muncul kata : 'parahyangan'. Tapi, menurut Ridwan, hingga sekarang masih menjadi pertanyaan besar,”
Apakah Prabu Siliwangi menolak ajakan putranya masuk Islam, atau menerima ajakan itu secara diam-diam?”, ujarnya di kawasan Bintaro, Tangerang.
Kian Santang, cukup berjasa dalam dakwahnya, termasuk di Jakarta dan sekitarnya. Karena itu, sekalipun dia berasal dari Sunda, tapi mendapat tempat di hati orang Betawi.
Seorang murid Kian Santang, yang juga menjadi penyebar Islam yang andal adalah Pangeran Papak, seorang adipati dari Tanjung Jaya yang kini lokasinya di Tanjung Barat, Jakarta Selatan.
Ratunya adalah Kiranawati, yang dimakamkan di Ratu Jaya, Depok. Menurut cerita rakyat, bila Ratu Kiranawati bepergian dengan kereta kuda, ia dilepas dengan mengumandangkan adzan.
(Furqon Al Fauzi)