Seorang ibu, yang putrinya menikah melalui layanan perjodohan, teringat saat mengantre untuk bertemu dengan orang tua dari calon populer dan merasa terkejut ketika dia mendapat telepon balik yang menanyakan apakah anak mereka dapat bertemu.
Pada pandangan pertama, dia berkata, putri saya mulai menatapnya dan saat itulah saya tahu dia telah menemukan pasangannya.
Pasangan itu sekarang sudah menikah.
Dia mengatakan ada keuntungan jika hanya melibatkan orangtua pada awalnya. Yakni mereka bisa lebih terbuka dalam mengungkapkan apa yang diinginkan dan tidak diinginkan anak-anaknya.
“[Anak-anak] tidak melakukan percakapan canggung yang terkadang diingat selama bertahun-tahun dalam suatu hubungan,” katanya.
Miyagoshi mengatakan bagi banyak orang tua, daya tarik cuculah yang membuat mereka tertarik pada acara perjodohan.
Dia sering bertemu dengan orang tua pria berusia 40an yang mencari wanita berusia akhir 20an dan awal 30an.
Seorang ayah mengeluh bahwa dia tidak dapat menjodohkan putranya yang berusia 40 tahun meskipun telah bertukar profil dengan 10 orang tua lainnya, katanya.
Jika dilihat lebih dekat, dia mengetahui bahwa sang ayah telah menolak semua wanita berusia pertengahan 30-an dan mereka yang lebih berpendidikan dibandingkan putranya.
Ia juga menolak kandidat yang tidak memiliki saudara laki-laki – perempuan dalam situasi ini dipandang sebagai beban di mata orang tua tradisional Jepang yang percaya bahwa perhatian mereka akan terganggu karena harus merawat mertua mereka ketika mereka sudah tua.
Namun betapapun besarnya kerinduan akan cucu, Miyagoshi mengatakan ia selalu menekankan kepada orang tua bahwa anak-anaknya harus diutamakan.
“Tidak peduli seberapa besar perasaan orang tua terhadap satu sama lain, anak-anak mereka harus ikut serta. Betapapun besarnya keinginan orang tua untuk memiliki cucu, anak harus rela memiliki anak,” ujarnya.
Ini mungkin terdengar mustahil untuk diucapkan oleh seorang pencari jodoh profesional, namun Miyagoshi percaya pada “go-en”, sebuah konsep Jepang yang mengacu pada romansa yang muncul dari pertemuan dengan orang yang tepat di waktu yang tepat.
“Tidak peduli seberapa besar perasaan orang tua terhadap satu sama lain, anak-anak mereka harus ikut serta. Betapapun besarnya keinginan orang tua untuk memiliki cucu, anak harus rela memiliki anak,” ujarnya.
Ini mungkin terdengar mustahil untuk diucapkan oleh seorang pencari jodoh profesional, namun Miyagoshi percaya pada “go-en”, sebuah konsep Jepang yang mengacu pada romansa yang muncul dari pertemuan dengan orang yang tepat di waktu yang tepat.
“Tidak peduli berapa banyak usaha yang kamu lakukan, terkadang itu tidak akan berhasil. Itu pernikahan,” tambahnya.
(Susi Susanti)