Kehancuran Total Wilayah Derna Seperti Zona Perang Akibat Banjir Dahsyat Libya

Susi Susanti, Jurnalis
Sabtu 16 September 2023 18:35 WIB
Banjir dahsyat Libya tewaskan hampir 6.000 orang dan 10.000 hilang (Foto: Reuters)
Share :

LIBYA – Wilayah Derna di Libya yang terkena banjir dahsyat terlihat seperti kota kantu saat dini hari. Kota tersebut, yang hancur akibat banjir bandang yang melanda rumah-rumah dan jalan-jalan awal pekan ini, terlihat sangat sepi.

Bahkan di malam hari, kerusakan dan kehancuran dapat terlihat di mana pun Anda memandang. Di siang hari, pemandangan kehancuran total terjadi.

Bagi tim kami, yang melakukan perjalanan ke wilayah tersebut bersama Tentara Nasional Libya (LNA), rasanya seperti memasuki zona perang di mana bom-bom besar meledak.

Lebih dari 5.000 orang diyakini tewas dan ribuan lainnya hilang, meskipun perkiraan dari berbagai pejabat Libya dan kelompok bantuan bervariasi dan jumlah korban diperkirakan akan meningkat.

Semua orang yang diajak bicara CNN di Derna merasa takut dan percaya bahwa jumlah korban tewas akan meningkat secara signifikan dalam beberapa hari mendatang.

Para pejabat mengatakan kepada kami bahwa kehancuran dan korban jiwa terjadi dalam rentang waktu sekitar 90 menit setelah dua bendungan di atas Derna jebol, menyebabkan air banjir melanda kota, menyapu seluruh lingkungan, rumah dan infrastruktur, serta membawa mereka ke laut.

Orang-orang kaget. Negara ini telah mengalami kekacauan selama bertahun-tahun sejak penggulingan rezim Muammar Khadafi pada 2011, namun bencana tersebut telah memberikan dampak yang sangat buruk bagi rakyat Libya.

Citra satelit menunjukkan kota Derna pasca banjir di Libya timur pada Rabu (13/9/2023).

Mereka mengatakan masih tidak dapat memahami apa yang terjadi. Mereka terbiasa dengan peperangan dan kematian, namun tidak ada yang bisa mempersiapkan mereka menghadapi hal ini. Mereka merasa seolah seluruh kota telah musnah.

Saat berkendara melalui salah satu pintu masuk kota pada dini hari, ada papan tulisan tangan besar bertuliskan “Sad Derna.” Dua pria muda duduk di sebelahnya, mengelilingi api unggun, di jalan yang gelap gulita, kaki mereka berlumuran lumpur dan pakaian mereka berdebu. Mereka melambai ke arah pengawal LNA, tersenyum dan memberi isyarat tangan “V”.

Para pejabat di kota tersebut menangani upaya pencarian dan penyelamatan, pemulihan, pengeringan air banjir, membantu para pengungsi – situasi yang belum pernah mereka tangani sebelumnya. Seorang pejabat mengatakan kepada CNN bahwa dia tidak yakin pencarian korban selamat telah selesai.

Para pejabat Libya mengatakan jenazah masih terdampar di tepi Derna, beberapa hari setelah tembok air menyapu kota tersebut.

Sisa-sisa kehidupan masyarakat juga dapat dilihat di perairan Mediterania – rumah, kusen pintu, jendela, furnitur, pakaian, mobil – semuanya.

Sementara itu, sedikitnya 30.000 orang di sana telah mengungsi, kata Organisasi Internasional untuk Migrasi pada Kamis (14/9/2023). Kepedulian terhadap kesejahteraan para penyintas semakin meningkat.

Ketua delegasi ICRC di Libya mengatakan akan memakan waktu “berbulan-bulan, mungkin bertahun-tahun,” bagi warga untuk pulih dari kehancuran yang diakibatkan oleh hujan deras yang diakibatkan oleh Badai Daniel.

Banjir telah merusak jalan dan jembatan, sehingga akses menuju kota dan sekitarnya menjadi sulit. Dibutuhkan lebih dari tujuh jam perjalanan dari bandara Benghazi ke Derna pada Kamis (14/9/2023) malam – sebuah perjalanan yang biasanya memakan waktu tiga jam.

Hal ini, ditambah dengan situasi keamanan yang tidak menentu, mempersulit penyaluran bantuan kemanusiaan. Namun, beberapa warga Libya mengatakan kepada CNN bagaimana mereka merasa tragedi ini telah menyatukan negara yang terpecah belah, setidaknya untuk saat ini.

Libya telah terpecah oleh gejolak politik sejak perang saudara meletus pada 2014, dan kini memiliki dua pemerintahan yang bersaing, pemerintah yang didukung parlemen timur di Benghazi dan pemerintah yang diakui secara internasional di Tripoli.

Namun dalam perjalanan dari Benghazi, banyak mobil terlihat datang dari berbagai kota di seluruh Libya – dari ujung barat dan pegunungan barat, atau kota pesisir Misrata di selatan – membawa sukarelawan atau membawa bantuan.

Beberapa pengemudi mengecat mobil mereka atau mengibarkan bendera dengan kalimat yang bisa diterjemahkan sebagai “solidaritas persaudaraan” atau “bergegas membantu saudara-saudara kita.”

Para sukarelawan yang berdatangan ke Derna dari seluruh negeri berusaha membantu upaya pemulihan. Namun beberapa orang mengatakan kepada CNN bahwa mereka tidak siap menghadapi situasi seperti ini.

Seorang pemuda menggambarkan bagaimana para relawan mengikatkan tali di sekeliling tubuh mereka untuk menyelam ke laut dan mengangkut mayat-mayat tersebut. Dia menceritakan bahwa dia telah mengeluarkan 40 mayat sendirian dalam satu hari.

Para relawan mengatakan mereka membutuhkan alat berat yang bisa mengeluarkan benda-benda besar, seperti mobil yang dikhawatirkan memuat mayat, dari laut. Mereka membutuhkan penyelam dan peralatan menyelam, kata mereka.

Ada beberapa dukungan internasional yang terlihat di sini, termasuk tim penyelamat Turki yang menggunakan perahu karet. Namun tidak cukup untuk menangani bencana ini.

Dan saat mendarat di bandara Benina di Benghazi, tampaknya tidak ada aliran bantuan dalam jumlah besar, seperti yang diperkirakan setelah terjadinya bencana sebesar ini.

Namun para pejabat LNA mengatakan bahwa dukungan yang mereka terima dari negara-negara yang mengirimkan tim telah membantu mereka menghadapi situasi yang belum pernah terjadi sebelumnya.

Mohammad Shteiwi, seorang aktivis media sosial dari Misrata yang datang ke Derna untuk membantu operasi penyelamatan, mengatakan kepada CNN bahwa dia telah melihat tim penyelam internasional menarik delapan jenazah keluar dari air pada Jumat (15/9/2023) esore.

“Penyelam mengatakan kepada saya bahwa mereka melihat ratusan mayat sekitar 15-20 kilometer sebelah timur pelabuhan Derna,” katanya melalui panggilan telepon.

“Saya melihat begitu banyak mayat dalam dua hari terakhir. Saya menghitung setidaknya ada 200 mayat yang terdampar di pantai. Ini adalah mayat-mayat yang berada di dalam gedung, ditelan laut dan didorong kembali ke pantai. Statistiknya tidak akurat, ada banyak angka yang beredar. Yang bisa saya katakan kepada Anda adalah operasi sedang berlangsung. Saya sendiri yang mengeluarkan mayat-mayat itu,” lanjutnya.

Shteiwi mengatakan “hatinya sedih bagi semua orang yang kehilangan nyawa” namun ia melihat tanda positif dengan berkumpulnya warga Libya dari timur dan barat.

“Aparat keamanan yang tadinya terpisah kini bekerja sama, seolah-olah perbedaan itu sudah berlalu. Sungguh menyedihkan melihat penyatuan ini adalah akibat dari kesengsaraan dan penderitaan yang luar biasa,” tambahnya.

(Susi Susanti)

Halaman:
Lihat Semua
Share :
Follow WhatsApp Channel Okezone untuk update berita terbaru setiap hari
Topik Artikel :
Berita Terkait
Terpopuler
Telusuri berita News lainnya