LIBYA – Curah hujan mematikan yang menyebabkan bencana banjir dan kehancuran di Libya, serta wilayah lain di Mediterania, pada bulan ini menjadi lebih mungkin dan lebih buruk lagi karena krisis iklim yang disebabkan oleh manusia, serta faktor manusia lainnya. Hal ini terungkap melalui sebuah penelitian ilmiah terbaru.
Inisiatif Atribusi Cuaca Dunia – sebuah tim ilmuwan yang menganalisis peran perubahan iklim sebagai akibat dari peristiwa cuaca ekstrem – menemukan bahwa polusi yang menyebabkan pemanasan global sehingga memicu curah hujan yang mematikan di Libya 50 kali lebih mungkin terjadi dan 50% lebih buruk.
Mereka juga menemukan curah hujan ekstrem yang melanda Yunani, Turki, dan Bulgaria memiliki kemungkinan 10 kali lebih besar.
Menurut analisis yang diterbitkan pada Selasa (19/9/2023) menyatakan kehancuran akibat curah hujan diperburuk oleh berbagai faktor lain, termasuk infrastruktur yang tidak memadai dan pembangunan di daerah rawan banjir.
Curah hujan ekstrem melanda sebagian besar wilayah Mediterania sejak awal bulan ini.
Pada 3 September lalu, Spanyol mengalami hujan lebat dalam jumlah besar hanya dalam beberapa jam, menyebabkan banjir yang menewaskan sedikitnya enam orang. Kemudian Badai Daniel terbentuk, menyebabkan banjir besar selama empat hari di Yunani, Turki dan Bulgaria.
Setidaknya 17 orang tewas di Yunani dan sebagian besar lahan pertanian di bagian tengah negara itu terendam air, menyebabkan kerusakan yang menurut para ahli memerlukan waktu bertahun-tahun untuk pulih. Badai Daniel juga menyebabkan sedikitnya tujuh kematian di Turki dan empat di Bulgaria.