Menurut dia, ketegasan status hukum itu diperlukan untuk menuntaskan kasus senpi ilegal Dito Mahendra.
"Kalau ketiganya terbukti melakukan tindak pidana itu di Pasal 56 KUHP, yaitu mereka yang memberikan sarana atau kesempatan baik sebelum atau saat tindak pidana itu dilakukan. Kalau setelah tindak pidana dilakukan baru dikualifikasi sebagai obstruction of justice. Tapi hal itupun harus dipastikan apa perannya dan harus dipenuhi bukti yang cukup terkait apa yang dilakukan oleh ketiga orang tersebut," kata Agus, Senin (13/11/2023).
Dia menjelaskan, tindakan obstruction of justice atau perintangan terhadap penyidikan telah diatur dalam peraturan perundang-undangan yaitu Pasal 221 KUHP dan Pasal 21 UU No. 31 tahun 1999.
"Dalam Pasal 221 KUHP disebutkan pengertian obstruction of justice adalah suatu tindak pidana yang dilakukan oleh pelaku yang terbukti berupaya untuk menghalang-halangi suatu proses hukum," jelas Agus, Senin (13/11/2023).
Menurut dia, obstruction of justice dapat dilakukan dengan berbagai cara, salah satunya dengan melemahkan pembuktian agar tidak terjerat putusan tertentu.
"Secara normatif, tindakan ini sudah diatur dalam peraturan perundang-undangan di Indonesia, khususnya dalam KUHP dan hukum pidana khusus," ujarnya.
Dalam kasus Dito Mahendra, tegas Agus, jika ketiga orang yang diduga oleh Bareskrim Polri itu telah melakukan sesuatu yang menyebabkan terhalanginya proses hukum terhadap Dito, maka mereka dikenakan pasal obstruction of justice.
(Khafid Mardiyansyah)