Kemudian, upah murah tanpa mempedulikan indikator kebutuhan hidup layak, sampai perampasan hak tanah dan eksploitasi sumber daya alam menyebabkan krisis ekologis yang nyata.
“Terlebih, disaat demokrasi masih seumur jagung di Indonesia, rakyat harus berkabung oleh ulah elit anti-rakyat tanpa agenda kerakyatan dan mengkhianati prinsip kekuasaan rakyat,” ujarnya.
Dalam kesempatan yang sama, Ketua BEM UI Melki Sedek Huang menegaskan anak muda sama sekali tidak diuntungkan atas putusan MK. Dia menegaskan bersama dengan anak muda lain akan terus berjuang untuk menjaga demokrasi dan konstitusi.
“Kami orang muda kami tidak diuntungkan sama sekali dengan putusan MK. Kami orang muda dan kami akan memperjuangkan kepentingan kami semua. Semua pemuda hari ini akan bergerak dan melawan,” ujar Melki.
Melki menyampaikan kekecewaannya terhadap pihak-pihak yang telah membunuh konstitusi dengan mengatasnamakan kepentingan anak muda. Tak hanya itu, dia juga menyebut akan terus menyuarakan kebenaran meski ada intimidasi.
“Kami adalah anak muda yang benci nepotisme, kami adalah anak muda yang benci pembunuhan konstitusi. Apa gunanya 25 tahun reformasi, kalau orang-orang yang menyuarakan demokrasi dipotong lidahnya,” ujarnya.
Di sisi lain, Adam menyampaikan aksi di depan monumen Serangan Oemoem (SO) 1 Maret 1949 merupakan upaya mengingatkan semua pihak bahwa bangsa Indonesia masih ‘terjajah’ oleh sifat tamak penguasanya sendiri yang dengan sewenang-wenang menghalalkan segala cara untuk melanggengkan kepentingannya dan jauh dari agenda untuk kesejahteraan rakyat secara bermakna.
“Serangan Umum 1 Maret adalah pertanda bahwa negara-bangsa kita masih berdiri kokoh di tengah gempuran agresi Belanda. Serangan Umum 1 Maret merupakan momen krusial untuk menyelamatkan kedaulatan Indonesia yang hampir tercabik-cabik tanpa sisa. Dan Serangan 1 Maret adalah bukti, bahwa ketika rakyat bersatu, kemerdekaan seutuhnya akan menjadi milik kita,” ujar Adam.
Adam menambahkan keberadaan mereka di seberang Istana Kepresidenan juga sebagai sikap menyatakan berseberangan dengan kekuasaan yang sewenang-wenang, menindas, dan anti-agenda kerakyatan.
“Hari ini, sore hari ini, di tempat ini, kita buktikan bahwa pemuda dan akal sehatnya masih ada dan terus menyala. Menyuarakan dengan penuh keyakinan dan keteguhan hati, bahwa sesungguhnya demokrasi ialah tahta kedaulatan di tangan rakyat, dan terwujudnya kesejahteraan bagi seluruh rakyat Indonesia. Maka dari itu, saatnya tahta dikembalikan pada pemiliknya, yakni untuk rakyat beserta kesejahteraannya secara paripurna,” ujarnya.