Menurut Canli, Al-Sawaf ingin tinggal di pusat kota, menganggapnya sebagai kasus pribadi untuk memberitahu dunia tentang kondisi di Gaza dan bukan hanya jurnalisme.
Dalam salah satu postingan terbarunya di Instagram, Al-Sawaf memposting foto wajahnya yang berlumuran darah dan terluka, dengan satu matanya tertutup rapat.
“Rumah kami terkena serangan udara, lebih dari 45 orang tewas termasuk ibu saya, ayah saya, dua saudara laki-laki saya dan seluruh anak mereka,” tulisnya.
“Saya terluka di bagian wajah, tidak ada dokter yang merawat saya sejak saya berada di Gaza dan tidak ada rumah sakit atau dokter yang berfungsi. Kami akan tetap melanjutkan perlindungan kami apapun yang terjadi,” lanjutnya.
Seperti diketahui, Komite Perlindungan Jurnalis mengatakan perang Israel dengan Hamas, yang menguasai Gaza, telah menjadi perang paling mematikan bagi jurnalis dalam beberapa dekade.
Setidaknya 57 jurnalis telah terbunuh sejak Oktober lalu, termasuk 50 jurnalis Palestina, empat jurnalis Israel, dan tiga jurnalis Lebanon.
Pada November lalu, koresponden TV Palestina Mohammad Abu Hattab terbunuh bersama 11 anggota keluarganya. Palestine TV mengatakan dia terbunuh oleh serangan udara Israel, sementara pihak berwenang Israel mengatakan pasukan mereka tidak beroperasi di daerah tersebut.
(Susi Susanti)