JAKARTA - Hingga saat ini, isu pengungsi Rohingya menjadi pembicaraan hangat di kancah internasional. Pro-kontra konflik di Myanmar dan isu etnis Rohingya ini dikaitkan dengan isu kemanusiaan, politik, dan agama.
Mengutip BBC, Rohingya memang etnis minoritas Muslim yang tidak diakui di Myanmar. Akibatnya mereka menjadi korban persekusi dan kabur ke negara lain, salah satunya Bangladesh.
Konflik ini ditandai dengan terjadinya kekerasan antara Rohingya dengan Buddha Rakhine, tindakan keras mililter terhadap warga sipil dan serangan militan oleh pemberontak Rohingya di kotapraja Buthidaung, Maungdaw, dan Rathedaung.
Tidak hanya itu, suku ini dianggap meresahkan dan diperbincangkan karena sejak Perang Dunia II tahun 1939-1945, mereka menjadi Tentara Inggris dan berperang melawan Jepang yang bersekutu dengan Buddha Rakhine.
Mengutip Rohingya Culture Center, pada 1785, Bamar mulai menguasai kelompok etnis Arakan. Akibatnya ribuan warga Rakhine dieksekusi dan dideportasi ke Burma Tengah.
Pada 1799, sebanyak 35 ribu orang melarikan diri ke Benggala Britania untuk menghindari penganiayaan yang dilakukan Bamar. Pada saat itu, 'Rohingya' tercatat lebih awal dan muncul dalam literatur Inggris.
Seorang dokter dan ahli geografis asal Inggris, Dr. Francis Buchanan-Hamilton memberi pernyataan pada sebuah artikel, bahwa orang Mohammedan yang telah menetap lama di Arakan menyebut dirinya 'Rooinga', yang lainnya adalah 'Rakhing'.
Inggris berkuasa di Burma setelah sebuah perang pada 1823. Di bawah kekuasaan Inggris, orang Rohingya bertahan dengan budaya dan bahasa mereka sendiri.
Inggris lebih memilih Muslim dalam administrasi dibanding Buddha. Hal ini dikarenakan adanya sentimen anti-kolonial Buddha, yang membuat mereka merasa tidak didukung dan terancam.
Mengutip sumber lain, Muslim Rohingya bersekutu dengan Inggris pada masa Perang Dunia II. Rohingya berpihak kepada Inggris karena dukungan yang diberikan selama masa kolonial.
Tidak hanya itu, pihak Inggris juga menjanjikan imbalan sebuah negara Muslim kepada Rohingya. Akhirnya Inggris bersama Rohingya bersekutu melawan Jepang, yang juga bersekutu dengan Rakhine Buddha.
Maka dari itu, Inggris memberikan posisi terpenting dalam pemerintahan pasca perang. Sebagian dari orang Rohingya membalas dendam kepada Rakhine Buddha, yang telah menyerang mereka selama perang.
Akhirnya Jepang keluar dari Burma pada 1945 dan memperoleh kemerdekaannya dari Inggris pada 1948.
(Rahman Asmardika)