GAZA - Perdana Menteri (PM) Israel Benjamin Netanyahu mengatakan perang Gaza harus dibayar dengan “harga yang sangat mahal” bagi pihaknya.
Militer mengatakan lebih dari selusin tentara tewas di wilayah tersebut sejak Jumat (22/12/2023), sehingga total korban tentara tewas akibat serangan darat menjadi 154 orang.
Sabtu (23/12/2023) adalah salah satu hari paling mematikan, namun PM Israel "tidak punya pilihan" selain terus berjuang.
"Ini adalah pagi yang sulit, setelah hari yang sangat sulit dalam pertempuran di Gaza,” terangnya soal kematian tentara Israel terbaru.
Namun dia mengatakan pasukannya akan melanjutkan dengan “kekuatan penuh sampai akhir”, mengulangi tujuannya untuk melenyapkan Hamas dan memastikan kembalinya sandera yang ditahan di Gaza dengan aman.
“Biarlah jelas: ini akan menjadi perang yang panjang,” lanjutnya.
Kematian militer ke-154 diumumkan pada hari itu juga, yakni komandan tank Mayor Aryeh Rein.
Sementara itu, Kementerian Kesehatan Gaza yang dikelola Hamas mengatakan 70 orang tewas dalam serangan di kamp pengungsi pada Minggu (24/12/2023).
Kementerian mengatakan lebih dari 20.000 orang telah terbunuh, kebanyakan perempuan dan anak-anak, dan 54.000 orang terluka di Gaza sejak 7 Oktober.
Dalam pernyataan terpisah yang dikutip oleh kantor berita Reuters, militer mengatakan telah membunuh lebih dari 8.000 pejuang Palestina selama kampanyenya hingga saat ini.
Operasi Israel dimulai setelah pejuang Hamas menyeberang dari Gaza ke Israel selatan pada 7 Oktober, menewaskan 1.200 orang dan menyandera sekitar 240 orang.
Israel bersikeras bahwa mereka mengambil langkah-langkah untuk menghindari jatuhnya korban sipil, dan menyalahkan Hamas karena menempatkan diri di wilayah padat penduduk.
Gedung Putih mengatakan Presiden Amerika Serikat AS) Joe Biden – sekutu utama Netanyahu – menekankan “kebutuhan kritis” untuk melindungi kehidupan warga sipil selama panggilan telepon dengan Netanyahu pada Sabtu (23/12/2023).
Biden mengatakan kepada wartawan bahwa dia tidak meminta gencatan senjata dalam pembicaraan tersebut. Kedua tokoh tersebut yakin tindakan seperti itu akan menguntungkan Hamas.
Pada Jumat (22/12/2023), Dewan Keamanan PBB menyetujui sebuah resolusi yang menuntut pengiriman bantuan dalam skala besar ke Gaza – namun resolusi ini juga tidak menyerukan gencatan senjata antara kedua pihak yang bertikai.
Pembicaraan yang diadakan di Mesir awal pekan ini yang dirancang untuk menjamin gencatan senjata baru antara Israel dan Hamas sejauh ini gagal membuahkan hasil.
Seorang pejabat Palestina yang mengetahui perundingan gencatan senjata mengatakan kepada BBC bahwa Mesir mengajukan rencana tiga tahap baru yang akan dimulai dengan gencatan senjata kemanusiaan selama dua minggu - yang dapat diperpanjang - di mana Hamas akan membebaskan 40 sandera dan Israel akan membebaskan 120 tahanan Palestina.
Tahap ini akan diikuti dengan pembentukan badan independen yang menangani bantuan kemanusiaan dan rekonstruksi, serta gencatan senjata komprehensif dan pertukaran tahanan.
Militer Israel terus melakukan kampanye pengeboman di Gaza dan memerintahkan warga sipil untuk melarikan diri. Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) mengatakan perintah evakuasi terbaru berdampak pada 150.000 orang di wilayah tengah.
Pada Sabtu (23/12/2023), Israel mengatakan 700 militan Palestina telah ditangkap selama serangan darat hingga saat ini.
Israel juga mengatakan salah satu jet tempurnya telah membunuh Hassah Atrash, seorang pria yang dituduh menyelundupkan senjata ke Gaza untuk mempersenjatai Hamas. Belum ada konfirmasi dari Hamas.
Militer Israel mengatakan pihaknya hampir menguasai operasional penuh di bagian utara Jalur Gaza, dan meningkatkan operasi di tempat lain.
Seorang juru bicara mengatakan pasukan memasuki markas baru Hamas di wilayah selatan.
Saat memberikan pengarahan kepada kabinetnya pada Minggu (24/12/2023), Netanyahu membantah anggapan bahwa presiden AS telah membujuknya untuk tidak memperluas operasi militernya.
The Wall Street Journal melaporkan bahwa Netanyahu telah dibujuk untuk tidak menyerang sekutu Hamas di Lebanon, kelompok Hizbullah.
Seorang juru bicara pemerintah mengatakan kepada BBC bahwa situasi di utara tidak dapat ditoleransi dan bahwa Israel berusaha menghalangi Hizbullah untuk menyeret kita ke dalam perang.
“Kami akan terus melakukan persiapan yang diperlukan untuk menghalau ancaman dari perbatasan utara ini,” tambahnya.
(Susi Susanti)