Lantas dia menceritakan bagaimana peran radio yang berhasil memberikan informasi kepada tentara jepang untuk segera menyalurkan bantuan ke daerah bencana gempa bumi di Ishikawa.
"Gempa Ishikawa khususnya Noto terputus. Untuk mengoperasikan itu, tentara mengangkut bahan bakar untuk stasiun televisi,"kata dia.
Dia mengatakan peristiwa kebencanaan kerap kali dinarasikan dengan berlebih-lebihan sehingga berita mengandung hoaks atau berita palsu. Untuk mengatasi itu, pemerintah Jepang selalu menyiarkan informasi bencana melalui media televisi, radio dan media cetak.
"Setiap terjadi bencana yang disebarkan di internet banyak berita hoaks. Meskipun media mengalami penurunan drastis, mereka (rakyat Jepang) terbiasa untuk membaca sehingga penulisan berita tetap dipertahankan di Jepang,"ujar pria yang pernah meliput Tsunami di wilayah Tohoku pada 2011 silam.
Dengan demikian, dia menyakini bahwa tugas jurnalis tidak akan dilelang oleh waktu. Sehingga media massa akan terus dipertahankan.
"Perubahan digitalisasi media massa tidak bisa diprediksi, kegiatan jurnalis yang fundamental,mendatangi lapangan untuk menghimpun informasi, mengedit informasi, pemeriksaan berita tetap dipertahankan,"tuturnya.
(Susi Susanti)