Duka Anak-Anak Gaza Menjadi Yatim Piatu, Terluka hingga Kelaparan Sendirian

Susi Susanti, Jurnalis
Kamis 01 Februari 2024 20:24 WIB
Duka anak-anak Gaza menjadi yatim piatu, terluka hingga kelaparan sendirian (Foto: BBC)
Share :

GAZA - Lahir di tengah kengerian perang di Gaza, bayi perempuan berusia satu bulan yang terbaring di inkubator tidak pernah merasakan pelukan orangtua.

Dia dilahirkan melalui operasi caesar setelah ibunya, Hanna, tewas dalam serangan udara Israel. Hanna tidak bisa memberi nama putrinya.

“Kami memanggilnya putri Hanna Abu Amsha,” kata perawat Warda al-Awawda, yang merawat bayi mungil yang baru lahir di Rumah Sakit al-Aqsa di Deir al-Balah di Gaza tengah.

Dalam kekacauan yang disebabkan oleh pertempuran yang sedang berlangsung dan seluruh keluarga yang hampir musnah, petugas medis dan penyelamat seringkali kesulitan menemukan pengasuh bagi anak-anak yang berduka.

“Kami kehilangan kontak dengan keluarganya,” kata perawat itu kepada BBC.

“Tidak ada satu pun kerabatnya yang muncul dan kami tidak tahu apa yang terjadi pada ayahnya,” lanjutnya.

Anak-anak, yang merupakan hampir setengah dari 2,3 juta penduduk Gaza, hidupnya hancur akibat perang brutal.

Meskipun Israel mengatakan pihaknya berupaya menghindari jatuhnya korban sipil, termasuk mengeluarkan perintah evakuasi, namun lebih dari 11.500 anak di bawah 18 tahun telah terbunuh menurut pejabat kesehatan Palestina. Bahkan lebih banyak lagi yang mengalami cedera, banyak di antaranya yang mengubah hidup mereka menjadi lebih menderita.

Sulit untuk mendapatkan angka yang akurat tetapi menurut laporan terbaru dari Euro-Mediterania Human Rights Monitor, sebuah kelompok nirlaba, lebih dari 24.000 anak juga kehilangan salah satu atau kedua orang tuanya.

Ibrahim Abu Mouss, yang baru berusia 10 tahun, menderita luka parah di kaki dan perut ketika sebuah rudal menghantam rumahnya. Tapi air matanya ditujukan untuk ibu, kakek, dan saudara perempuannya yang telah meninggal.

“Mereka terus mengatakan kepada saya bahwa mereka dirawat di lantai atas di rumah sakit,” kata Ibrahim sambil memegangi tangannya.

"Tetapi aku mengetahui kebenarannya ketika aku melihat foto di ponsel ayahku. Aku menangis begitu keras hingga seluruh tubuhku sakit,” lanjutnya.

Sepupu keluarga Hussein dulunya sering bermain bersama, namun sekarang mereka duduk dengan tenang di dekat kuburan berpasir tempat beberapa kerabat mereka dimakamkan di sebuah sekolah yang berubah menjadi tempat penampungan di Gaza tengah. Masing-masing telah kehilangan salah satu atau kedua orang tuanya.

“Rudal itu jatuh ke pangkuan ibu saya dan tubuhnya terkoyak-koyak. Selama berhari-hari kami mengambil bagian tubuhnya dari reruntuhan rumah,” kata Abed Hussein, yang tinggal di kamp pengungsi al-Bureij.

“Ketika mereka mengatakan bahwa saudara laki-laki saya, paman saya dan seluruh keluarga saya terbunuh, saya merasa hidup saya hancur,” lanjutnya.

Dengan kantung hitam di sekitar matanya, Abed tetap terjaga di malam hari karena takut dengan suara tembakan Israel dan merasa sendirian.

“Saat ibu dan ayah saya masih hidup, saya biasa tidur, tapi setelah mereka dibunuh, saya tidak bisa tidur lagi. Saya biasa tidur di samping ayah saya,” jelasnya.

Abed dan dua saudaranya yang masih hidup diasuh oleh neneknya namun kehidupan sehari-hari sangat sulit.

“Tidak ada makanan atau air. Saya sakit perut karena minum air laut,” tambahnya.

Ayah Kinza Hussein terbunuh saat mencoba mengambil tepung untuk membuat roti. Dia dihantui oleh gambaran mayatnya, dibawa pulang untuk dimakamkan setelah dia terbunuh oleh rudal.

“Dia tidak punya mata, dan lidahnya terpotong,” kenangnya.

“Yang kami inginkan hanyalah perang berakhir. Semuanya menyedihkan,” tambahnya.

Hampir semua orang di Gaza kini bergantung pada bantuan untuk memenuhi kebutuhan dasar hidup mereka. Menurut angka PBB, sekitar 1,7 juta orang telah mengungsi, dan banyak dari mereka terpaksa berpindah berulang kali untuk mencari keselamatan.

Namun badan anak-anak PBB, Unicef, mengatakan kekhawatiran terbesarnya adalah terhadap sekitar 19.000 anak yang menjadi yatim piatu atau hidup sendirian tanpa orang dewasa yang mengasuh mereka.

“Banyak dari anak-anak ini ditemukan di bawah reruntuhan atau kehilangan orang tua mereka akibat pemboman di rumah mereka,” terang Jonathan Crickx, kepala komunikasi Unicef Palestina.

Banyak anak lainnya ditemukan di pos pemeriksaan Israel, rumah sakit, dan di jalanan.

(Susi Susanti)

Halaman:
Share :
Follow WhatsApp Channel Okezone untuk update berita terbaru setiap hari
Topik Artikel :
Berita Terkait
Terpopuler
Telusuri berita News lainnya