"Tetapi aku mengetahui kebenarannya ketika aku melihat foto di ponsel ayahku. Aku menangis begitu keras hingga seluruh tubuhku sakit,” lanjutnya.
Sepupu keluarga Hussein dulunya sering bermain bersama, namun sekarang mereka duduk dengan tenang di dekat kuburan berpasir tempat beberapa kerabat mereka dimakamkan di sebuah sekolah yang berubah menjadi tempat penampungan di Gaza tengah. Masing-masing telah kehilangan salah satu atau kedua orang tuanya.
“Rudal itu jatuh ke pangkuan ibu saya dan tubuhnya terkoyak-koyak. Selama berhari-hari kami mengambil bagian tubuhnya dari reruntuhan rumah,” kata Abed Hussein, yang tinggal di kamp pengungsi al-Bureij.
“Ketika mereka mengatakan bahwa saudara laki-laki saya, paman saya dan seluruh keluarga saya terbunuh, saya merasa hidup saya hancur,” lanjutnya.
Dengan kantung hitam di sekitar matanya, Abed tetap terjaga di malam hari karena takut dengan suara tembakan Israel dan merasa sendirian.
“Saat ibu dan ayah saya masih hidup, saya biasa tidur, tapi setelah mereka dibunuh, saya tidak bisa tidur lagi. Saya biasa tidur di samping ayah saya,” jelasnya.
Abed dan dua saudaranya yang masih hidup diasuh oleh neneknya namun kehidupan sehari-hari sangat sulit.
“Tidak ada makanan atau air. Saya sakit perut karena minum air laut,” tambahnya.
Ayah Kinza Hussein terbunuh saat mencoba mengambil tepung untuk membuat roti. Dia dihantui oleh gambaran mayatnya, dibawa pulang untuk dimakamkan setelah dia terbunuh oleh rudal.
“Dia tidak punya mata, dan lidahnya terpotong,” kenangnya.
“Yang kami inginkan hanyalah perang berakhir. Semuanya menyedihkan,” tambahnya.
Hampir semua orang di Gaza kini bergantung pada bantuan untuk memenuhi kebutuhan dasar hidup mereka. Menurut angka PBB, sekitar 1,7 juta orang telah mengungsi, dan banyak dari mereka terpaksa berpindah berulang kali untuk mencari keselamatan.
Namun badan anak-anak PBB, Unicef, mengatakan kekhawatiran terbesarnya adalah terhadap sekitar 19.000 anak yang menjadi yatim piatu atau hidup sendirian tanpa orang dewasa yang mengasuh mereka.
“Banyak dari anak-anak ini ditemukan di bawah reruntuhan atau kehilangan orang tua mereka akibat pemboman di rumah mereka,” terang Jonathan Crickx, kepala komunikasi Unicef Palestina.
Banyak anak lainnya ditemukan di pos pemeriksaan Israel, rumah sakit, dan di jalanan.
(Susi Susanti)