BURKINA FASO – Sekitar 170 orang termasuk perempuan dan anak-anak telah “dieksekusi” dalam serangan di tiga desa di Burkina Faso.
Aly Benjamin Coulibaly meminta saksi untuk membantu menemukan pelaku penyerangan Komsilga, Nordin dan Soro.
Secara terpisah, tentara memperingatkan peningkatan risiko serangan oleh kelompok Islam, termasuk serangan di pusat kota.
Tentara negara itu merebut kekuasaan pada 2022, namun lebih dari sepertiga wilayah Burkina Faso dikendalikan oleh pemberontak.
Coulibaly mengatakan dia telah meluncurkan penyelidikan atas serangan desa di provinsi Yatenga pada 25 Februari.
Kantor berita AFP melaporkan puluhan perempuan dan anak-anak termasuk di antara korban tewas.
Belum diketahui kelompok mana yang berada di balik serangan tersebut.
Serangan-serangan tersebut diyakini tidak ada hubungannya dengan kekerasan lain yang terjadi baru-baru ini, yaitu serangan terhadap gereja, masjid, dan pangkalan militer di tempat lain di negara tersebut.
Pada Jumat (1/3/2024), panglima militer negara itu memperingatkan tentaranya untuk tetap waspada karena meningkatnya risiko serangan bunuh diri oleh militan.
Dia mengatakan ada juga kekhawatiran akan serangkaian serangan skala besar terhadap pasukan keamanan di kota-kota.
Para pekerja kemanusiaan mengatakan Burkina Faso adalah salah satu krisis yang paling diabaikan di dunia.
Ketidakamanan yang merajalela selama bertahun-tahun telah memaksa lebih dari dua juta orang meninggalkan rumah mereka. Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) memperkirakan bahwa seperempat dari seluruh anak balita mengalami hambatan pertumbuhan akibat kelaparan.
Militer merebut kekuasaan dua tahun lalu dan berjanji memenangkan pertempuran melawan pemberontak, namun kekerasan terus berlanjut.
“Episentrum terorisme kini telah berpindah dari Timur Tengah ke wilayah Sahel tengah di Afrika sub-Sahara,” kata Institute for Economics and Peace awal pekan ini.
(Susi Susanti)