PALESTINA - Sejak 1967, ketika Israel menduduki Tepi Barat, Palestina, diketahui mereka juga membangun kebun kurma di permukiman ilegal, di wilayah Lembah Yordan.
Oleh karena itulah, Israel dikenal sebagai salah satu negara pengekspor kurma terbesar di dunia. Mereka berhasil mengekspor kurma dan menerima pendapatan sebesar USD181,2 juta atau setara dengan Rp2,8 triliun.
Namun memanasnya Perang Israel yang berlangsung di Gaza, telah mempersulit penjualan kurma Israel di pasar Eropa, terutama menjelang Ramadan.
Mengutip Middle East Eye, kampanye dan pengawasan terhadap produk-produk Israel di kalangan komunitas Muslim turut meningkat, seiring pertumbahan darah yang terjadi di Gaza.
Selain perang Israel di Gaza dan penanaman dengan tanah ilegal, diketahui boikot kurma Israel digencarkan, lantaran petani Israel juga menggunakan tenaga kerja Palestina.
Melansir Aljazeera, industri kurma Israel dinilai eksploitatif, karena sekitar 40 persen kurma Israel ditanam di permukiman ilegal. Bahkan mereka mempekerjaan anak-anak Palestina.
Diketahui mereka mulai bekerja pukul 05.30 atau 06.00 waktu setempat. Jam kerja dalam satu hari yakni 8 jam dalam enam atau tujuh hari seminggu. Bahkan jika di masa panen, mereka bekerja hingga 12 jam sehari.
Menurut Human Rights Watch, para pekerja yakni anak-anak, bertugas memetik, membersihkan, menyemprotkan pestisida dan mengemas kurma dan beberapa tanaman lainnya.
Mereka bekerja dengan risiko tinggi, dengan paparan cahaya matahari dan suhu tinggi, dan tidak mendapat pertolongan ketika terluka pada saat bekerja. Mereka dipaksa bekerja berjam-jam untuk memenuhi target sebelum bisa pulang.
Akibatnya, beberapa anak tersebut mengalami muntah-muntah, pusing, dan ruam kulit usai, nyeri tubuh, bahkan hingga mati rasa usai menyemprotkan pestisida ke tanaman tersebut.
Seorang anak mengaku melihat temannya terjepit di bawah traktor yang terguling. Tidak hanya itu, ada anak laki-laki yang jarinya terjepit di mesin pemilah kurma. Lebih buruknya lagi, dua anak ada yang tersengat kalajengking saat bekerja di ladang.
Dengan jam kerja dan risiko yang dialami pekerja Palestina, lantas berapakah gaji atau upah yang mereka dapatkan?
Seorang anak berusia 11 tahun, yang merupakan bagian dari pekerja kebun mengatakan, bahwa dalam satu hari mendapat penghasilan sebesar USD19 atau sekitar Rp297 ribu.
Untuk orang dewasa, upah minimum yang didapat sebesar USD6,20 atau sekitar Rp97 ribu per jam. Sedangkan anak-anak diberi upah antara USD4,30 hingga USD4,86, atau berkisar Rp67 hingga Rp76 ribu dalam satu jam.
Namun kebanyakan anak-anak hanya membawa pulang upahnya sebesar USD13,5 atau sebesar Rp212 ribu per hari setelah mengeluarkan biaya untuk transportasi dari dan menuju permukiman tempat mereka bekerja.
Peraturan militer yang dikeluarkan oleh komandan militer Israel di Tepi Barat menyatakan, bahwa Hukum Upah Minimum Israel berlaku untuk pekerja Palestina. Sayangnya anak-anak tidak menyadari jika Israel memiliki undang-undang, yang juga berlaku bagi warga Palestina yang bekerja di permukiman.
(Susi Susanti)