BANDUNG BARAT - Sejumlah peneliti di Observaturium Boscha ITB Lembang, Kabupaten Bandung Barat (KBB) saat ini tengah mempersiapan pengamatan hilal untuk menetapkan 1 Ramadhan 2024 pada Minggu (10/3/2024) sejak sore hingga matahari terbenam
Terlihat dalam pantauan, saat ini sejumlah peneliti, bersama lembaga islam dan masyarakat tengah melakukan pengamatan hilal dengan menggunakan sebuah teleskop.
Teleskop refraktor berdiameter 106 mm yang dilengkapi detektor kamera berbasis CMOS (Complementary Metal-Oxide Semiconductor) ini nantinya akan menangkap ambang visibilitas (Kenampakan) bulan sebagai fungsi dari elongasi terhadap ketebalan sabit bulan yang nampak setelah matahari terbenam pada tanggal tersebut yang dikenal sebagai hilal.
Astronom Observatorium Bosscha, Muhammad Yusuf mengatakan sampai saat ini kondisi hilal masih belum terlihat. Hal itu dipicu karena kondisi cuaca dan kondisi bulan yang sulit diamati.
"Sampai sekarang hilal belum bisa terlihat dari observatium boscha, yang pertama karena cuaca mendung, yang kedua memang kondisi bulannya sulit untuk kita amati," ujar Yusuf saat ditemui di lokasi, Minggu (10/3/2024).
Yusuf menambahkan bahwa elongasi bulan terlalu kecil, yang berarti jarak antara matahari dan bulan saat terlihat di langit hanya sedikit.
“Ketinggiannya hanya kurang dari 1 derajat dari ufuk, dan kita hanya punya waktu sekitar 5 menit untuk bisa mengamatinya karena perbedaan waktu terbenamnya matahari dan bulan sekitar 5 menit,” jelasnya.
Dalam menghadapi kondisi tersebut, Yusuf menyatakan bahwa kemungkinan besar pengamatan akan sulit dilakukan dengan cuaca dan kondisi bulan saat ini.
Namun, keputusan akhir terkait dengan penentuan awal bulan baru tetap akan diserahkan kepada otoritas yang berwenang, yaitu Kementerian Agama Republik Indonesia.
“Sekali lagi, keputusan untuk pergantian bulan baru selalu kita serahkan kepada yang berwenang di Kementerian Agama RI. Kami hanya mengumpulkan data dan melaporkan hasil penelitian kami di sini,” pungkasnya.
Berdasarkan definisi, hilal adalah sabit termuda yang bisa dilihat setelah matahari terbenam. Ada beberapa kriteria yang disepakati, contohnya kriteria terbaru dari Neo MABIMS yang mengisyaratkan ketinggiannya itu harus 3 derajat, kemudian elongasinya harus 6,4 derajat.
Namun, untuk yang saat ini jika dilihat dari sisi kriteria dan berdasarkan ketinggian derajat di wilayah terbarat Indonesia, masih jauh dibawah kriteria yang ditetapkan Neo MABIMS.
Ketinggian saat ini kurang dari 1 derajat dan dengan elongasi 2,6 derajat. Yang terbilang akan kecil dan sangat kecil kemungkinannya dan bisa terlihat walaupun cuacanya cerah.
(Fakhrizal Fakhri )