Sebagian dari bantuan tersebut, sebesar USD500 juta per tahun, disisihkan untuk mendanai program pertahanan rudal, termasuk sistem Iron Dome, Arrow, dan David’s Sling yang dikembangkan bersama. Israel mengandalkan mereka selama perang untuk mempertahankan diri dari serangan roket, rudal, dan drone oleh kelompok bersenjata Palestina di Gaza, serta kelompok bersenjata dukungan Iran lainnya yang berbasis di Lebanon, Suriah, dan Irak.
Beberapa hari setelah serangan Hamas pada 7 Oktober, Presiden Joe Biden mengatakan AS meningkatkan bantuan militer tambahan ke Israel.
Sejak awal perang, hanya dua penjualan militer AS ke Israel yang dipublikasikan setelah menerima persetujuan darurat. Yakni satu untuk 14.000 butir amunisi tank senilai USD106 juta dan yang lainnya seharga USD147 juta untuk komponen untuk membuat peluru artileri 155 mm.
Namun media AS melaporkan bahwa pemerintahan Biden juga secara diam-diam telah melakukan lebih dari 100 penjualan peralatan militer ke Israel, sebagian besar berada di bawah jumlah dolar yang memerlukan pemberitahuan resmi kepada Kongres. Senjata-senjata tersebut dikatakan mencakup ribuan amunisi berpemandu presisi, bom berdiameter kecil, penghancur bunker, dan senjata kecil.
Namun, laporan SIPRI menyebutkan meskipun ada pengiriman, total volume impor senjata Israel dari AS pada tahun 2023 hampir sama dengan tahun 2022.
Salah satu kesepakatan yang cukup besar sehingga memerlukan pemberitahuan Kongres adalah penjualan hingga 50 jet tempur F-15 senilai USD18 miliar, yang beritanya muncul minggu ini. Kongres belum menyetujui kesepakatan tersebut.
Meskipun pesawat tersebut perlu dibuat dari awal dan tidak akan segera dikirimkan, penjualan tersebut diperkirakan akan menjadi perdebatan sengit di Partai Demokrat yang dipimpin Biden, yang banyak perwakilannya di Kongres dan pendukungnya semakin khawatir dengan tindakan Israel di Gaza.
Senator Elizabeth Warren mengatakan dia siap untuk memblokir kesepakatan itu dan menuduh Israel melakukan pengeboman tanpa pandang bulu di Gaza.
2. Jerman
Menurut SIPRI, Jerman adalah eksportir senjata terbesar berikutnya ke Israel, dengan menyumbang 30% impor antara tahun 2019 dan 2023,.
Pada awal November, penjualan senjata negara Eropa ke Israel tahun lalu bernilai 300 juta euro. Angka ini meningkat 10 kali lipat dibandingkan tahun 2022. dengan sebagian besar izin ekspor tersebut diberikan setelah serangan 7 Oktober.
Menurut kantor berita DPA, komponen sistem pertahanan udara dan peralatan komunikasi menyumbang sebagian besar penjualan.
Kanselir Olaf Scholz telah menjadi pendukung setia hak Israel untuk membela diri selama perang dan, meskipun sikapnya terhadap tindakan Israel di Gaza telah berubah dalam beberapa minggu terakhir dan terdapat beberapa perdebatan di Jerman, penjualan senjata tampaknya tidak berisiko terkena skorsing.