BANDUNG – Saksi kasus pembunuhan Vina Cirebon dan Eky, Okta memberikan keterangan tambahan ke penyidik Ditreskrimum Polda Jawa Barat, Selasa (11/6/2024).
Sama seperti keterangan Pamudya Wibawa Jati, Okta juga menegaskan pada malam kejadian pembunuhan Vina dan Eky, Sabtu 27 Agustus 2016, dia dan 10 temannya menginap di rumah pak RT, termasuk 5 terpidana seumur hidup.
Pernyataan itu disampaikan Okta seusai diperiksa penyidik di Gedung Direktorat Reserse Kriminal Umum Polda Jabar.
Okta didampingi kuasa hukumnya Folem Sirait dan Mariani Wiwik keluar dari gedung penyidik tersebut, sekitar pukul 16.30 WIB. Dalam pemeriksaan, Okta dicecar 20 pertanyaan, terkait keseharian dan kasus pembunuhan Vina dan Eky.
BACA JUGA:
“Pas kejadian? Waktu itu lagi kumpul di rumah bu Nining, terus pindah ke rumah Adi, terus pindah ke rumah pak RT. Tidur di situ (di rumah pak RT),” kata Okta.
Okta menyatakan, dia dan 10 temannya menginap di rumah pak RT seusai menanggak minuman keras. Di rumah pak RT sekitar pukul 21.00 WIB lebih hingga pagi, Minggu 28 Agustus 2016.
“Iya, setelah (pesta miras) di depan rumah Adi, kami pindah ke rumah bu Nining terus ke rumah pak RT. Tidur Bersama, sampai pagi pak, bangun jam 7 (pagi) lalu pulang,” ujar dia.
Malam itu, tutur Okta, anak pak RT yang memegang kunci rumah tempat mereka menginap. “Betul termasuk (anak pak RT). Kan dia yang pegang kunci. Gak mungkin kalau gak megang kunci, kami gak bisa masuk dong,” tutur Okta.
BACA JUGA:
Okta mengaku mengenal Pegi Setiawan yang ditetapkan tersangka pembunuhan Vina dan Eky. Namun pada malam itu, Pegi tidak berkumpul bersama dengan teman-temannya di rumah kontrakan pak RT. “(Pegi) tidak ada pada malam itu. Tidak ada pegi,” ucap dia.
Disinggung tentang korban Vina dan Eky, Okta mengaku tak kenal. Bahkan lima temannya yang dipidana penjara seumur hidup dalam kasus itu juga tak kenal dengan kedua korban. “Tidak kenal sama sekali (dengan Vina dan Eky),” ujar Okta.
Okta menuturkan, pada 2016, sempat diperiksa sebagai saksi di Polsek Talun. Saat itu, Okta masih berusia 15 tahun atau di bawah umur sehingga tidak mengerti arti saksi dalam kasus itu.
Kini, Okta tampil berani memberikan keterangan sebenarnya kepada penyidik. Dia beralasan karena ingin menegakkan kebenaran. “(Bersaksi) untuk kebenaran,” tutur Okta.
Folmer Sirait, kuasa Hukum Okta, mengatakan, Okta dimintai keterangan oleh polisi pada 2016. Namun saat itu Okta tidak paham dengan apa yang terjadi. Saat diperiksa penyidik pada 2016, Okta tak didampingi kuasa hukum dan orang tuanya. “Jadi keterangannya juga tidak paham. Dia tak ngerti karena saat itu usianya masih 15 tahun,” kata Folmer.
Mariani Wiwik, kuasa Hukum Okta, mengatakan, saat itu 2016, Okta datang sendiri ke kantor polisi untuk diperiksa sebagai saksi.
“Jadi dia datang sendiri. Padahal pada 2016, dia masih berusia 15 tahun, anak di bawah umur yang seharusnya didampingi (kuasa hukum). Tapi itu nanti lah. Fokusnya (sekarang) mencari temuan baru atau novum yang akan diajukan di PK,” kata Mariani Wiwik.
(Salman Mardira)