ATLANTA – Presiden Amerika Serikat (AS) Joe Biden, 81, dan Donald Trump, 78, berada di bawah tekanan untuk menunjukkan penguasaan mereka terhadap suatu isu dan menghindari kesalahan verbal saat debat pemilihan presiden (pilpres) AS berlangsung.
Keduanya mencari momen terobosan dalam persaingan yang menurut jajak pendapat telah menemui jalan buntu selama berbulan-bulan. Biden, khususnya, dirundung pertanyaan mengenai usia dan ketajamannya, sementara retorika Trump yang menghasut dan permasalahan hukum yang luas masih menjadi kerentanan.
Ketika ditanya tentang serangan terhadap gedung Capitol AS pada 6 Januari 2021 oleh gerombolan pendukung Trump, mantan presiden tersebut menolak untuk menerima tanggung jawab apa pun dan mengklaim bahwa banyak dari mereka yang ditangkap tidak bersalah.
“Orang ini tidak memahami demokrasi Amerika,” ejek Biden sebagai tanggapannya.
Biden juga menyalahkan Trump karena memungkinkan penghapusan hak aborsi secara nasional dengan menunjuk kaum konservatif ke Mahkamah Agung AS, sebuah masalah yang telah membingungkan Partai Republik sejak tahun 2022.
Trump menjawab bahwa Biden tidak akan mendukung pembatasan apa pun terhadap aborsi dan mengatakan bahwa mengembalikan masalah ini ke negara bagian adalah tindakan yang tepat.
Trump mengatakan Biden telah gagal mengamankan perbatasan selatan AS, sehingga mengakibatkan banyak penjahat.
“Saya menyebutnya kejahatan migran Biden,” katanya.
Biden pun membantah hal itu. “Sekali lagi, dia melebih-lebihkan, dia berbohong,” ujarnya.
Penelitian menunjukkan bahwa imigran tidak melakukan kejahatan pada tingkat yang lebih tinggi dibandingkan penduduk asli Amerika.
Trump menegaskan bahwa dia telah mengawasi perekonomian terbesar dalam sejarah negara kita sebelum pandemi ini terjadi dan mengatakan dia mengambil tindakan untuk mencegah kejatuhan ekonomi yang lebih dalam.
Saat perdebatan dimulai, kedua pria tersebut tidak berjabat tangan atau mengakui satu sama lain.
Pertanyaan pertama terfokus pada perekonomian, karena jajak pendapat menunjukkan masyarakat Amerika tidak puas dengan kinerja Biden meskipun terjadi pertumbuhan upah dan tingkat pengangguran yang rendah.
Biden mengakui bahwa inflasi telah mendorong harga-harga jauh lebih tinggi dibandingkan pada awal masa jabatannya, namun ia mengatakan bahwa ia layak mendapat pujian karena berhasil memulihkan keadaan setelah pandemi virus corona.
(Susi Susanti)