Mengenang sahabat sekaligus dosennya di Fakultas Hukum Universitas Islam Indonesia (UII), Mahfud mengaku kagum dengan keseimbangan yang dimiliki Artidjo. Ia menilai, ketaatan Artidjo dalam beragama dibuktikan lewat tindakan, bukan cuma omongan.
"Ini waktunya sholat, sholat, sehingga saya selalu Mas Artidjo ini ketinggian moralitas dan ketaatan beragama itu berjalan seimbang, dan memang begitu, jadi orang beragama itu tidak munafik juga," ujar Mahfud.
Selain itu, Mahfud mengaku mengidolakan sosok Artidjo dari sisi keberaniannya. Ia mengingatkan, salah satu contohnya bisa dilihat ketika Artidjo membela kasus Timor Timur yang dia tidak cuma mendapat ancaman, tapi nyawanya sudah pula terancam.
"Dan tidak takut, Mas Artidjo itu tidak takut, saudara sekalian, sebagai hakim. Ketika dia membela kasus Timor Timur itu, mau dikeroyok, mau dibunuh, dia ke luar pakai celurit, siapa hadapi saya, tidak takut dia," kata Mahfud.
Baik sebagai hakim maupun pengacara, Mahfud menekankan, Artidjo tidak pernah mundur ketika membela kebenaran. Mahfud turut memberikan contoh saat Artidjo membela orang yang dituduh melawan negara soal pembebasan tanah di Yogyakarta.
"Pak Artidjo itu membela orang yang dituduh melawan negara, yang dituduh melawan pembangunan soal pembebasan tanah. Itu saudara, kliennya itu selain tidak bayar, disuruh menginap di rumahnya, orang Gunungkidul, orang ini, itu menginap di situ," ujar Mahfud.
Mahfud menyampaikan, tujuan Artidjo menyuruh kliennya itu menginap di rumahnya agar tidak dijemput polisi. Menurut Mahfud, kisah-kisah Artidjo menjalani hidupnya itu merupakan satu dari banyak alasan yang membuatnya mengidolakan sosok Artidjo.
"Mau dijemput sama polisi tidak boleh, ini tamu saya, kata Artidjo, tidak boleh, berani dia. Itu yang kemudian kita bangga punya hakim seperti Mas Artidjo," kata Mahfud sebelum pemutaran film dokumenter Alkostar, karya Puguh Wirawan, yang diproduksi dengan dukungan Yayasan Badan Wakaf Universitas Islam Indonesia.
(Angkasa Yudhistira)