Ini termasuk mendorong adanya kebijakan yang memastikan bahwa proses politik di Indonesia lebih inklusif dan berorientasi pada kepentingan rakyat, bukan segelintir elit. Jika NU, Muhammadiyah, ICMI, KAHMI, organ kemasyarakatan lainnya gagal mengambil sikap yang jelas, ada kekhawatiran bahwa gerakan ini akan kehilangan arah dan justru dikuasai oleh kelompok-kelompok yang mungkin tidak memiliki komitmen yang sama terhadap nilai-nilai keadilan dan demokrasi serta religiusitas.
Oleh karena itu, antisipasi ini sangat penting untuk memastikan bahwa gerakan massa yang terjadi saat ini tetap berada dalam jalur yang damai 3 dan produktif, serta tidak digunakan sebagai alat oleh kelompok tertentu untuk mencapai tujuan politik yang sempit.
Potensi Mirip Pola Bangladesh: Gerakan Luar Negeri dan Potensi Dampak di Indonesia
Ada potensi pola yang berkembang bahwa pola yang mirip dengan apa yang terjadi di Bangladesh bisa terulang di Indonesia. Di Bangladesh, gerakan-gerakan protes yang berujung pada ketidakstabilan politik didukung oleh kekuatan dari luar negeri yang memiliki agenda menarik Indonesia ke kubu tertentu.
Ada indikasi bahwa gerakan rakyat tersebut dalam waktu beberapa hari singkat mendapatkan momentum di Indonesia, dengan memanfaatkan ketidakpuasan masyarakat terhadap dinasti politik dan pemerintah saat ini. Pola Bangladesh yang dimaksud adalah situasi di mana protes-protes domestik yang awalnya didorong oleh isu-isu lokal kemudian membesar untuk mengguncang stabilitas politik suatu negara.
Dalam konteks Indonesia, ada kemungkinan bahwa beberapa gerakan yang terlihat organik dan spontan saat ini mungkin mendapatkan dukungan atau setidaknya dorongan dari aktor-aktor luar yang ingin melihat perubahan tersebut di Indonesia. Hal ini bukanlah sesuatu yang bisa dianggap remeh, mengingat Indonesia memiliki posisi strategis di kawasan dan potensi ekonomi yang besar.
Hal ini juga sebagai konsekuensi mendominasinya politik dinasti yang dimainkan Jokowi. Jika pola Bangladesh benar-benar diterapkan di Indonesia, dampaknya bisa sangat serius.
"Ini bisa menciptakan ketidakstabilan politik yang berkepanjangan, menghambat pembangunan ekonomi, dan bahkan memecah belah masyarakat bila tokoh NU, Muhammadiyah, ICMI, KAHMI, organ kemasyarakatan lainnya berada didalam barisan dinasti Jokowi. Oleh karena itu, sangat penting bagi tokoh bangsa, budayawan, alim ulama, dan komponen ormas untuk waspada terhadap kemungkinan ini dan mau mengambil inisiatif dan leadership perlawanan agar dapat menjaga moralitas dan nilai perubahan yang akan dibawa massa gerakan saat ini," demikian kesimpulan tokoh bangsa dan penjaga moralitas bangsa.
Menurutnya, hal ini bisa jadi momentum komponen NU, Muhammadiyah, ICMI, KAHMI, organ kemasyarakatan lainnya memimpin gerakan ini dari awalnya sebelum membesar dan sulit terkendali. Misi para tokoh NU, Muhammadiyah, ICMI, KAHMI, organ kemasyarakatan lainnya adalah memastikan bahwa gerakan massa yang terjadi tetap terfokus pada isu perbaikan yang nyata dan tidak mudah dimanipulasi oleh kepentingan asing.
Saat ini sangat penting bagi tokoh bangsa, budayawan, alim ulama, dan komponen ormas untuk menjaga jarak dengan tokoh sentral dinasti yaitu Jokowi beserta koalisi dibelakangnya dan memilih untuk bersikap tegas berada dibelakang rakyat untuk menolak politik dinasti. Dalam situasi seperti ini, dibutuhkan kepemimpinan yang kuat dari kalangan bangsa dan ormas untuk menjaga agar gerakan masyarakat tetap berada dalam kendali.
Langkah ini termasuk meningkatkan kesadaran di kalangan nasionalis sejati tentang bahaya intervensi asing dalam politik domestik, serta mendorong tokoh bangsa, masyarakat, dan ormas untuk menemukan solusi yang adil dan damai bagi semua pihak. Jika tidak, kita berisiko melihat Indonesia menjadi 4 panggung bagi konflik kepentingan global yang bisa merusak tatanan politik dan sosial yang telah dibangun dengan susah payah selama bertahun-tahun.
Memo ini disusun dengan harapan agar semua pihak yang terlibat dapat segera bertindak dan bekerja sama dalam memimpin gerakan melawan dominasi politik keluarga dalam rangka menjaga keutuhan dan stabilitas bangsa dalam menghadapi situasi yang semakin dinamis ini.
"Dengan keteguhan hati dan kebijaksanaan, kita dapat mengatasi tantangan ini dan memastikan masa depan yang lebih baik bagi Indonesia," tuturnya.
(Fakhrizal Fakhri )