Pemilihan delegasi Palestina itu terjadi di tengah upaya berulang kali Israel untuk memblokir pembicaraan damai, yang akan mengarah pada penerimaan internasional terhadap Negara Palestina, yang dideklarasikan oleh Organisasi Pembebasan Palestina (PLO) pada tahun 1988.
Hal ini diakui oleh 145 dari 193 negara anggota PBB, namun Israel dan banyak sekutunya terus menolak untuk menerima negara Palestina, meskipun ada bentuk pengakuan lain.
Majelis Umum PBB ke-79, yang dipimpin oleh Presiden Filemon Yang, berlangsung di New York dan akan fokus pada penyelesaian konflik di Gaza, Haiti, dan Ukraina, serta mengatasi kemiskinan, kesenjangan, dan perubahan iklim.
Meskipun Palestina bukan anggota penuh majelis tersebut, namun mereka berupaya menjadi anggota penuh PBB. Setelah pemungutan suara pada bulan April, AS memveto upaya sebelumnya untuk menjadi negara anggota.
Pada tanggal 10 Mei, Majelis Umum Perserikatan Bangsa-Bangsa mendukung upaya Palestina untuk menjadi anggota penuh, dan merekomendasikan kepada Dewan Keamanan PBB untuk "mempertimbangkan kembali masalah ini dengan baik".