JAKARTA - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) sedang menindaklanjuti laporan dugaan korupsi pemotongan honorarium hakim agung. Laporan dugaan korupsi tersebut saat ini sedang ditindaklanjuti oleh bagian Direktorat Penerimaan Layanan Pengaduan Masyarakat (PLPM) KPK.
Adapun, dugaan korupsi pemotongan honorarium hakim agung dan/atau gratifikasi pada Mahkamah Agung RI dalam tahun anggaran 2022-2024 tersebut dilaporkan oleh Indonesia Police Watch (IPW) dan Tim Pembela Demokrasi Indonesia (TPDI) ke KPK pada Rabu, 2 Oktober 2024.
"Sampai saat ini laporan dari IPW dan TPDI tersebut masih dalam proses telaah di Direktorat PLPM (Penerimaan Layanan Pengaduan Masyarakat)," kata Direktur Penyidikan (Dirdik) KPK, Asep Guntur Rahayu saat dikonfirmasi, Jumat (11/10/2024).
Asep menjelaskan laporan dugaan korupsi tersebut saat ini belum masuk proses penyidikan. Sehingga, ia belum dapat membeberkan lebih detil. "Belum ada di kami. Karena belum masuk penyidikan. Jadi belum bisa diinformasikan. Jadi tunggu saja," singkatnya.
Sejalan dengan itu, Direktur Political and Public Policy Studies (P3S) Jerry Massie meminta agar pemilihan Ketua MA yang akan digelar tanggal 17 Oktober 2024 nanti bisa menghasilkan calon yang bersih dan berintegritas guna menjaga marwah lembaga Mahkamah Agung.
Menurut Jerry, para hakim agung yang memiliki hak pilih agar milih calon yang berpotensi menjadi tersangka di KPK. Hal itu, untuk bisa menjaga kepercayaan publik terhadap MA yang merupakan gerbang terakhir para pencari keadilan di Indonesia.
"Kandidat Ketua MA yang menyandang beban distrust sosial, khususnya dari para pencari keadilan dapat membuat MA semakin terpuruk. Apalagi calon yang menyandang potential suspect sebagai tersangka, lantaran dapat merugikan Mahkamah Agung itu sendiri," ungkapnya.
Sebelumnya, TPDI dan IPW melaporkan adanya dugaan tindak pidana korupsi terkait pemotongan honor penanganan perkara hakim agung ke KPK.
“Kami melaporkan dugaan tindak pidana korupsi pemotongan honor penanganan perkara yang menjadi hak hakim agung berdasarkan PP Nomor 82 Tahun 2021, hakim agung berhak mendapatkan honor penanganan perkara yang bisa diputus dalam 90 hari,” kata Ketua IPW Sugeng Teguh Santoso di Gedung KPK Rabu, 2 Oktober 2024.
Sugeng menuturkan, akibat pemotongan itu membuat hakim agung hanya menerima 60 persen dari total tunjangan yang seharusnya diterima.
“Ada sekitar 14,05 persen diberikan kepada tim pendukung seperti panitera perkara, panitera muda kamar, staf, itu 14,05%. Ada sebesar 25,95% yang tidak jelas nih,” ujar dia.
Sugeng menambahkan, dugaan pemotongan tunjangan hakim agung itu penting untuk ditindaklanjuti. Pasalnya, lanjut dia, nominal yang sudah dicatut menyentuh puluhan miliar dalam dua tahun.
“Kalau itu beda-beda, karena kan ada majelis yang tunggal dapat 60% sendiri. Majelis yang susunan tiga, itu juga nilainya juga berbeda. Jadi beda-beda. Tetapi kalau kami hitung kasar, itungan kasar dua tahun ya, itu sekitar Rp90 miliar-an, dua tahun,” jelas dia.
(Khafid Mardiyansyah)