Citizen Science
Melalui pendekatan dan edukasi, masyarakat akhirnya mulai sadar akan pentingnya konservasi. Beberapa masyarakat bahkan kini aktif memberi informasi tentang spesies langka yang mereka temui di lapangan, menunjukkan adanya kesadaran baru yang terbentuk.
“Kami tidak memaksa mereka untuk berhenti berburu, tetapi dengan memberikan pemahaman bahwa satwa-satwa ini memiliki manfaat bagi ekosistem, lama-kelamaan mereka mulai melindungi dan tidak lagi memburu satwa liar,” jelas Prof. Margareta.
Program konservasi ini juga melibatkan pelatihan bagi masyarakat lokal, seperti menjadi pemandu wisata atau fotografer alam. Prof. Margareta menyebutkan bahwa ini merupakan contoh dari citizen science, di mana masyarakat yang sebelumnya tidak tahu banyak tentang keanekaragaman hayati, kini bisa berperan dalam pemantauan dan pelaporan spesies yang mereka temui.
“Sekarang mereka aktif berbagi informasi dan foto tentang spesies burung atau mamalia yang mereka temui,” tambahnya.
Kolaborasi dalam konservasi ini tidak hanya melibatkan akademisi, tetapi juga pemerintah, masyarakat, dan sektor industri. “Kami bekerja sama dengan berbagai pihak, seperti Dinas LHK (Lingkungan Hidup dan Kehutanan), BKSDA (Balai Konservasi Sumber Daya Alam), serta sektor industri untuk mendukung kebijakan dan praktik yang ramah lingkungan. Kami juga berharap sektor industri bisa ikut berperan dalam upaya konservasi,” ujar Prof. Margareta.
Keberhasilan ini, menurutnya, juga berkat dukungan media massa yang turut mengedukasi masyarakat tentang pentingnya menjaga kelestarian satwa dan lingkungan. “Kami ingin mengedukasi masyarakat luas bahwa Gunung Ungaran adalah rumah bagi satwa-satwa langka yang perlu dilindungi, bukan hanya untuk kepentingan ekosistem, tetapi juga untuk keberlanjutan hidup kita,” tuturnya.
Kawasan Preservasi
Pengendali Ekosistem Hutan Ahli Madya dari DLHK Provinsi Jateng, Ita Kusumawati, menyampaikan, kawasan Gunung Ungaran, menjadi perhatian khusus karena dikenal sebagai habitat beberapa satwa langka dan dilindungi, seperti Julang Emas, Trenggiling, Lutung Budeng, dan Kijang. Satwa-satwa ini memiliki peran penting dalam keseimbangan ekosistem setempat dan perlu mendapatkan perlindungan yang lebih intensif.
“Secara genetis, jenis-jenis satwa yang ada di Gunung Ungaran memang perlu dilindungi. Kami sudah mengajukan kawasan ini sebagai kawasan preservasi agar ekosistem dan satwa-satwa yang ada, baik yang dilindungi maupun yang tidak dilindungi, dapat terjaga keberlanjutannya,” ungkap Ita Kusumawati.
Gunung Ungaran memiliki keanekaragaman hayati, termasuk beberapa jenis satwa yang kini semakin terancam keberadaannya. Dengan pengajuan kawasan preservasi ini, diharapkan dapat memberikan perlindungan yang lebih kuat terhadap habitat alami satwa-satwa tersebut.
Selain Julang Emas yang semakin langka, kawasan ini juga menjadi tempat tinggal bagi Trenggiling, satwa yang dikenal akan perannya dalam menjaga keseimbangan ekosistem hutan, serta Lutung Budeng yang menjadi salah satu primata khas di kawasan pegunungan tersebut. Kijang juga sering ditemukan di kawasan ini, berkontribusi pada keanekaragaman fauna yang ada.
Langkah ini sudah diajukan ke Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) untuk mendapatkan pengakuan resmi. Jika disetujui, kawasan Gunung Ungaran akan menjadi salah satu kawasan preservasi yang memiliki perlindungan hukum lebih jelas, baik untuk satwa yang dilindungi maupun untuk kelestarian ekosistem hutan di sekitarnya.
“Tujuan dari pengajuan ini adalah untuk menjaga keseimbangan ekosistem, baik bagi satwa-satwa yang dilindungi maupun yang tidak dilindungi, yang tetap dapat hidup dengan aman di kawasan ini,” tambah Ita Kusumawati.
(Khafid Mardiyansyah)