Manto menegaskan, laporan P3N Jabar ditindaklanjuti dan dinyatakan bahwa pemeriksaan terhadap terlapor itu telah menemukan cukup bukti. Tapi, dari 7 Januari 2025 sampai hari ini, para pedagang belum mendapatkan kepastian waktu pelaksanaan persidangan kode etik.
"Kami tidak mau mereka asyik-asyik saja menikmati perbuatannya. Artinya, mereka harus mendapatkan efek jera. Kami pun berencana mendatangi Propam Polri untuk menanyakan hal ini secara langsung," tutur Manto.
Manto menyesalkan perampasan pakaian bekas yang mengakibatkan para pedagang tak bisa berjualan. Tindakan itu merusak mata pencaharian 135 pedagang anggota P3N Jabar karena tak ada pakaian bekas yang bisa dijual.
"Sejak perampasan itu sampai sekarang, teman-teman yang masih memiliki tabungan, bisa berdagang. Tapi, yang enggak punya tabungan dan barangnya dirampas, ya sudah enggak bisa berdagang lagi," ucapnya.
Menurut Manto, berdasarkan aturan, tak ada pelarangan berdagang barang (pakaian) bekas. Yang dilarang adalah impor barang bekas masuk ke Indonesia. Pencegahan impor barang bekas pun seharusnya bukan di pasar, tapi di pelabuhan atau pintu-pintu masuk kepabeanan.
"Nah, ketika mereka merampas barang yang sudah masuk ke pedagang yang bisa jadi belum tentu pula barang impor, bagaimana? Artinya, mereka pun sudah melakukan penyalahgunaan prosedur hukum. Ditambah, mereka melakukan kegiatan saat itu tanpa surat perintah dan dokumen lengkap. Semisal surat penggeledahan, surat sita, atau segala macam. Atas dasar itulah, kami sampaikan ke pemeriksa di Propam Polri dan hasilnya surat ini," ujar Manto.