Dari kelompok baik dan tidak baik, mayoritas penduduk masa Kerajaan Pajajaran adalah bertani. Petunjuk mengenai bukti masyarakat berladang ditemukan dalam sumber sejarah sastra tulis maupun sastra lisan. Seperti yang tertulis dalam Carita Parahiyangan misalnya, hanya satu kali disebutkan dalam sawah, itu pun tercatat dalam suatu tempat yang disebut sawah tampian dalem.
Petunjuk lainnya mengarahkan pada masyarakat berladang, yakni ditemukan beberapa tiga orang di antaranya masing-masing menjadi pahuma (peladang), penggerak (pemburu), dan panyadap (penyadap).
Begitu juga dengan berita yang diperoleh dari Sanghyang Siksakanda ng Karesian bahwa menyebutkan penyawahan hanya sekali, itu pun masih merupakan pekerjaan yang harus dipelajari oleh masyarakat. Alat-alat disebutkan, juga pada yang umumnya merupakan alat untuk bekerja di ladang, bukan bekerja untuk di sawah.
Alat-alat tersebut seperti kujang, patik, baliung, koret, dan sadap. Kehidupan di ladang telah membentuk masyarakat yang memiliki karakter berladang. Ciri masyarakat berladang adalah selalu berpindah tempat, dari tempat satu ke tempat lainnya. Maka dari itu, mereka hanya memerlukan tempat tinggal sederhana, tidak seperti bangunan masyarakat pada umumnya yang didirikan secara permanen.
(Arief Setyadi )